Indef Pertanyakan Skema Perizinan Usaha di UU Cipta Kerja

ANTARA FOTO/Asep Fathulrahman/pras.
Mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Banten (AMB) menggelar aksi teatrikal saat berunjuk rasa menolak Omnibus Law Undang-undang Cipta Kerja di Alun-alun Serang, Selasa (10/11/2020).
Penulis: Merdeka.com
Editor: Pingit Aria
13/11/2020, 10.54 WIB

Direktur Riset Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Berly Dhyatmika mempertanyakan perubahan skema perizinan berusaha di dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Dalam omnibus law, kini perizinan diatur berbeda-beda sesuai dengan tingkat risikonya.

"Jadi ada yang dianggap risiko tinggi izinnya. Kemudian yang dianggap risiko rendah itu lebih sedikit izin dan pengawasannya, walaupun pertanyaan berikutnya adalah siapa yang meriset?" kata dia dalam diskusi virtual di Jakarta, Jumat (13/11).

Dia pun mempertanyakan, siapa yang meriset dan mengatur skema perizinan tersebut. Apakah dilakukan di pusat, pemerintah daerah, atau juga melibatkan akademisi yang mendesain skema perizinan tersebut.

"Khusus daerah hutan dan pedalaman juga tidak ada data di sana. Jadi secara konsep cukup teruji tapi ketersediaan data dan analitis di pemda cukup berbeda," jelas dia.

UU Cipta Kerja dibuat untuk mempermudah perizinan usaha dari yang awalnya berbasis izin menjadi berbasis risiko dan skala usaha. Ketentuan ini diatur dalam Pasal 7 BAB III. Tingkat risiko adalah potensi terjadinya bahaya terhadap kesehatan hingga lingkungan.