Pemerintah berencana menghapus kelas layanan bagi peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan dan menyatukannya menjadi kelas standar. Kelas standar akan terbagi menjadi dua kriteria yakni untuk peserta Penerima Bantuan Iuran dan non-PBI.
Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto mengatakan implementasi kelas standar tersebut akan diterapkan secara bertahap di rumah sakit vertikal pada 2022. "Ini akan terbagi dua menjadi kelas standar Penerima Bantuan Iuran dan Non-Penerima Bantuan Iuran," ujar Terawan dalam Rapat Kerja dengan Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat, Selasa (24/11).
Dia menjelaskan kelas standar akan memiliki konsep yang memperhatikan akses dan mutu sesuai standa pelayanan, kebutuhan standar minimal sarana prasarana dan alat kesehatan yang harus terpenuhi di setiap ruang rawat inap. Kemudian, memenuhi standar pencegahan dan pengendalian infeksi dan keselamatan pasien, sumber daya manusia yang sesau dengaan rasio kebutuhan pasien sesuai dengan jenis pelayanan rawat inap, serta memenuhi 10 kriteria umum sarana prasarana rawat inap.
Rawat inap kelas standar peserta PBI akan berisi maksimal 6 tempat tidur, sedangkan non PBI maksimal 4 tempat tidur. "Saat ini konsep dan kriteria kelas rawat inap standar Jaminan Kesehatan Nasional telah dituangkan dalam kajian kelas rawat inap yang disusun oleh Dewan Jaminan Sosial Nasional," kata dia.
Setelah kajian tersebut diterbitkan, Terawan menuturkan bahwa pihaknya akan melaksanakan sejumlah langkah dalam mengimplementasi kelas standar. Pertama, sosialisasi koordinasi lintas sektor khususnya bersama asosiasi fasilitas kesehatan.
Kedua, pemetaan sarana dan prasarana rumah sakit saat ini. Ketiga, penyusunan regulas dan keempat penghitungan anggaran dalam pemenuhan standarisasi.
Ketua DJSN Tubagus Achmad Choesni mengatakan bahwa mayoritas rumah sakit telah menyetujui rencana kebijakan kelas standar. "Namun, ada beberapa yang belum menyetujui karena mereka belum siap infrastrukturnya," ujar Achmad dalam kesempatan yang sama.
Kelas standar rawat inap, menurut dia, sebenarnya sudah memiliki dasar hukum Undang-Undang Nomor 40 tahun 2004. Selain itu, Peraturan Presiden Nomor 64 tahun 2020 kembali menekankan penerapan kelas standar ini.
Anggota Komisi IX Kurniasih Mufidayati menuturkan bahwa pemerintah harus bisa menjamin kelas standar BPJS Kesehatan dapat menghilangkan disparitas antar kelas mandiri. "Selama ini kesenjangan antar kelas sangat terlihat dalam fasilitas BPJS Kesehatan," kata Kurniasih dalam kesempatan yang sama.
Selain itu, kelas standar harus disesuaikan dengan kondisi keuangan rumah sakit baik swasta maupun pemerintah. Pasalnya, rumah sakit pemerintah daerah saja memiliki kecukupan dana yang berbeda dari masing-masing Anggaran Penerimaan dan Belanja Daerah.
Kurniasih pun meminta pemerintah bisa memastikan bahwa kelas standar akan tetap memenuhi 10 kriteria umum sarana prasarana rawat inap. Alasannya, standarisasi dikhawatirkan menghilangkan kualitas dari pelayanan.
Ketua Komisi IX Felly Estelita Runtuwene menilai dengan adanya kelas standar BPJS Kesehatan, seluruh rumah sakit berpotensi akan dirombak secara besar-besaran. "Ini kalau dilihat dari standar jumlah tempat tidurnya yang mulai diseragamkan," ujar Felly.
Dengan perombakan tersebut, dia pesimistis pemerintah bisa mengejar implementasi kelas standar pada tahun 2022. Apalagi, para pasien tentunya tidak akan bisa menunggu sampai perombakan tersebut selesai.