Potensi Covid-19 Ganjal KPU Capai Target Partisipasi Pilkada 2020

ANTARA FOTO/Maulana Surya/rwa.
Petugas menyemprotkan cairan disinfektan di Tempat Pemungutan Suara (TPS) 039 untuk pelaksanaan Pilkada Solo 2020 di Dukuhan, Nayu, Banjarsari, Solo, Jawa Tengah, Selasa (8/12/2020). Pakar memprediksi target partisipasi dalam Pilkada 2020 tak mencapai target KPU.
8/12/2020, 20.50 WIB

Partisipasi Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2020 diperkirakan lebih rendah dari target Komisi Pemilihan Umum (KPU). Anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini pun memperkirakan, rata-rata partisipasi nasional pada Pilkada serentak bisa di bawah 70% akibat pandemi.

KPU telah menargetkan partisipasi pemilih untuk Pilkada 2020 sebesar 77,5%. Namun, Titi menilai target tersebut terlalu ambisius untuk dicapai saat ini.

"Kalau rata-rata nasional mencapai 60-65% saja sudah luar biasa di tengah pandemi," kata Titi saat dihubungi Katadata.co.id, Selasa (8/12).

Menurutnya, angka partisipasi pemilih saat gelaran Pilkada memang jauh lebih rendah dibandingkan Pemilihan Legislatif dan Pemilihan Presiden. Terlebih lagi, pesta politik yang digelar saat pandemi dapat menurunkan partisipasi publik.

Pandemi mengakibatkan rendahnya partisipasi publik dalam kampanye yang dilakukan secara terbatas. Selain itu larangan berkumpul mengakibatkan pemilih minim akses terhadap informasi calon pemimpin daerah.

"Karena masyarakat kita lebih suka kampanye tatap muka. Ini juga berkontribusi pada tingkat partisipasi publik pada Pilkada," katanya.

Meski begitu, bukan tidak mungkin penyelenggaraan Pilkada diikuti oleh jumlah partisipan yang tinggi. Syaratnya, adanya pertandingan calon kepala daerah yanng kompetitif seperti Pilkada DKI Jakarta 2017 lalu. 

"Jadi faktor calon masih dominan dalam menentukan masyarakat untuk menggunakan hak pilihnya," ujar Titi.

Selain itu kepastian adanya pengendalian pandemi juga jadi syarat agar minat masyarakat memilih tumbuh. Dia mencontohkan partisipasi pemilihan di Mongolia, Srilanka, hingga Korea Selatan yang tetap tinggi meski dilanda pandemi.

Tak hanya itu, masyarakat diberikan opsi untuk menggunakan hak pilihnya lebih awal (early voting) sehingga mempengaruhi peningkatan partisipasi publik. Selain itu, faktor yang memengaruhi partisipasi masyarakat ialah negara tersebut menyelenggarakan pemilu berskala nasional.

Pendapat yang sama disampaikan Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) Donny Gahral Adian. Ia memperkirakan akan ada penurunan partisipasi publik akibat pilkada dilakukan saat pandemi.

Namun, ia menilai demokrasi tidak hanya diukur berdasarkan jumlah pemilih namun kualitas pemilihan itu sendiri. Oleh sebab itu, ia memperkirakan pelaksanaan Pilkada tahun ini tetap bisa berjalan lebih baik dibandingkan sebelumnya.

"Tapi ditentukan dari kualitas. Artinya bagaimana proses pemilihan dilakukan dengan damai, tanpa kekerasan dan demokratis," ujar Donny.

Sebelumnya, hasil survei Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) menunjukkan, dari 91% responden yang tahu di daerahnya ada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) pada 9 Desember 2020, sekitar 8% mengaku tidak akan ikut memilih.

Alasannya, sebanyak 38% responden takut tertular atau menularkan virus. Sementara alasan lainnya, sebanyak 28% menganggap pilkada tidak penting dan 27% tidak ada calon yang meyakinkan.

Survei tersebut berjudul "Kesiapan Warga Mengikuti Pilkada di Masa Covid-19" yang merupakan survei paling baru diselenggarakan pada 18-21 November 2020. Survei ini dilakukan melalui telepon dengan sampel sebanyak 1.201 responden.

Reporter: Rizky Alika