Ekonomi RI Diramal Bisa Tumbuh 4,4% di Tengah Rapuhnya Pemulihan Dunia

ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/foc.
Ilustrasi. Bank Dunia memproyeksikan ekonomi global meningkat 4% pada tahun ini dan menurun 3,8% pada tahun 2022.
7/1/2021, 15.09 WIB

Bank Dunia memperkirakan pemulihan ekonomi global masih akan rapuh pada tahun ini. Asumsi tersebut menjadi dasar ramalan pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 4,4% pada 2021 dan 4,8% pada 2022.

Presiden Bank Dunia David Malpass mengatakan ekonomi global memasuki pemulihan yang lemah sehingga para pembuat kebijakan menghadapi tantangan yang berat. Untuk mengatasi dampak pandemi dan mengatasi hambatan investasi, perlu ada dorongan besar untuk memperbaiki lingkungan bisnis.

"Selain itu, meningkatkan fleksibilitas tenaga kerja dan pasar produk, serta memperkuat transparansi dan tata kelola." tulis David dalam keterangan resminya, Washington, Selasa (5/1).

Dalam perkiraan dasar, Bank Dunia memproyeksikan ekonomi global meningkat 4% pada tahun ini dan menurun 3,8% pada tahun 2022, terbebani oleh kerusakan abadi pandemi untuk pertumbuhan potensial.

Sejumlah risiko penurunan dapat menggagalkan pemulihan yang diproyeksikan. Risiko tersebut termasuk kemungkinan peningkatan lebih lanjut dalam penyebaran virus corona, keterlambatan pengadaan dan distribusi vaksin, dampak yang lebih parah dan bertahan lebih la dari pandemi, dan tekanan finansial yang dipicu oleh tingkat utang yang tinggi dan pertumbuhan yang lemah.

Membatasi penyebaran virus, memberikan pertolongan bagi populasi yang rentan, dan mengatasi tantangan terkait vaksin adalah prioritas kebijakan utama. Saat krisis mereda, pembuat kebijakan perlu menyeimbangkan risiko dari beban utang yang besar dan terus bertambah yang mulai memperlambat perekonomian melalui pengetatan fiskal yang prematur.

Bank Dunia mengingatkan pentingnya menumbuhkan ketahanan dengan menjaga kesehatan dan pendidikan, memprioritaskan investasi dalam teknologi digital dan infrastruktur hijau, meningkatkan tata kelola, dan meningkatkan transparansi utang. Kerja sama global akan menjadi kunci dalam mengatasi banyak tantangan ini.

Penurunan investasi global khususnya untuk negara ekonomi berkembang dan pasar berkembang kecuali Tiongkok semakin terlihat. Kendati begitu, aktivitas dan perdagangan barang sektor telah membaik sementara sektor jasa tetap lesu dengan pariwisata internasional yang masih suram.

Di sisi lain, kerapuhan finansial semakin meningkat meskipun kondisi keuangan tetap sangat longgar. Hal ini merupakan implikasi dari kebijakan moneter yang sangat longgar.

Ekonom Senior Center Of Reform on Economics Yusuf Rendy Manilet mengatakan proyeksi Bank Dunia yang mengatakan pemulihan masih rapuh tidak terlepas dari kondisi Covid-19 di global maupun dalam negeri. "Seperti yang kita saksikan bersama sampai dengan awal tahun ini angka penularan meningkat secara eksponensial," ujar Yusuf kepada Katadata.co.id, Kamis (7/1).

Tingginya kasus tersebut kemudian mendorong pemerintah untuk kembali menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar secara ketat. Jika kondisi peningkatan ini berlangsung dalam jangka waktu yang panjang tentu akan memperlama proses pemulihan ekonomi.

Apalagi, sambung dia, jika misalnya pendekatan kebijakan PSBB pemerintah tidak dibarengi dengan upaya menambah kapasitas tes yang lebih banyak serta tracing dan isolasi yang lebih agreasif. Dengan begitu, di balik potensi pertumbuhan positif masih ada permasalahan dari penanganan kasus Covid-19 itu sendiri.

Reporter: Agatha Olivia Victoria