Pandemi Covid-19 telah berdampak pada berbagai sektor ekonomi di seluruh dunia. Jumlah pekerja migran Indonesia pun merosot tajam pada 2020 akibat pandemi global ini.
Data BPJS Ketenagakerjaan, jumlah kepesertaan pekerja migran mulai menurun pada 2020. Sebab, ada pekerja migran yang tidak memperpanjang kontrak kerja, dan terdampak pembatasan keberangkatan karena pandemi Covid-19.
Pada 2020, jumlah peserta aktif PMI pada BPJS Ketenagakerjaan mencapai 389.760 orang, turun 22,72% dari 2019 sebesar 539.239 orang. Sementara pada 2018, jumlah peserta aktif pekerja migran mencapai 361.351 orang.
Pemerintah memberikan perlindungan jaminan sosial kepada pekerja migran Indonesia. BPJS Ketenagakerjaan mencatat, total klaim yang telah dibayar kepada pekerja migran pada 2020 mencapai Rp 11,3 miliar untuk 292 kasus, termasuk mereka yang gagal berangkat akibat Covid-19.
Meski jumlah kepesertaan turun tahun lalu, namun pembayaran klaim kepada pekerja migran terus bertambah setiap tahunnya. Secara rinci, pembayaran klaim di 2017 sebesar Rp 434 juta untuk 5 kasus.
Pada 2018 dan 2019, total klaim yang dibayar secara berturut-turut sebesar Rp 2,75 miliar untuk 48 kasus dan Rp 6,43 miliar untuk 211 kasus. Sementara, pembayaran klaim pada Januari 2021 mencapai Rp 447,48 juta untuk 20 kasus.
"Jadi kami telah bayarkan klaim selama 2017 hingga 2020 sebanyak 576 kasus dengan total nilai Rp 21,3 miliar," kata Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan Agus Susanto dalam Rapat Kerja dengan Komisi IX DPR di Gedung Parlemen, Jakarta, Selasa (9/2).
Berikut adalah Databoks
Dalam kesempatan yang sama, Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah mengatakan perlindungan jaminan sosial itu diatur dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 18 Tahun 2018 tentang Jaminan Sosial Bagi Pekerja Migran Indonesia. Ada 11 jenis manfaat yang diberikan kepada pekerja migran yang menjadi peserta jaminan sosial di BPJS Ketenagakerjaan.
Beberapa di antaranya, bantuan kepada calon pekerja migran yang gagal berangkat sebesar Rp 7,5 juta, bantuan uang bagi pekerja yang mengalami kerugian atas tindakan pihak lain maksimal Rp 10 juta, beasiswa untuk 2 orang anak bagi pekerja migran yang meninggal atau cacat total, dan bantuan uang bagi pekerja yang mengalami PHK akibat kecelakaan kerja senilai Rp 2 juta-5 juta.
Berdasarkan data 10 Desember-31 Januari 2021, dana klaim terbesar ialah untuk biaya pengobatan akibat kecelakaan kerja senilai Rp 986,73 juta. Kemudian, pemulangan pemulangan pekerja migran bermasalah sebesar Rp 338,9 juta.
Selanjutnya, klaim gagal berangkat sebesar Rp 232,5 juta. “Pekerja migran yang gagal berangkat dan ajukan klaim ada 31 orang," ujar Ida.
Ida pun mencatat, ada sejumlah hal yang menjadi catatan dalam pemberian jaminan sosial bagi pekerja migran. Salah satunya, belum ada layanan BPJS di negara tujuan penempatan.
Hal ini berdampak pada tiadanya layanan perpanjangan kepesertaan jaminan sosial di negara tujuan, kecuali Taiwan. Selain itu, biaya transaksi iuran jaminan sosial menjadi mahal, sementara tidak boleh ada transaksi di kedutaan.
Tak hanya itu, pelayanan jaminan sosial untuk pekerja migran masih terbatas karena BPJS Ketenagakerjaan tidak memberikan pelayanan bagi mereka yang sakit bukan karena kecelakaan kerja. Selain itu, pekerja migran harus membayar terlebih dahulu seluruh biaya terkait resiko pekerjaan baru, kemudian dilakukan penggantian kepada BPJS Ketenagakerjaan (reimbursed).