ICW: Belanja Negara Rp 569 M untuk Rapid Test Tak Efektif

ANTARA FOTO/Ahmad Subaidi/hp.
Ilustrasi. Pembelian alat rapid test dengan tingkat akurasi rendah menjadi sia-sia karena masyarakat perlu kembali melakukan tes Covid-19 yang lebih manjur yakni swab antigen atau PCR.
10/2/2021, 19.07 WIB

Indonesia Corruption Watch menemukan dugaan ketidakefektifan belanja negara Rp 569 miliar untuk pembelian alat rapid test Covid-19 dengan tingkat akurasi rendah. Peneliti ICW Wana Alamsyah mengatakan bahwa sudah terdapat beberapa negara yang mengembalikan alat rapid test tersebut.

"Namun, pemerintah masih memaksakan pembelian alat itu," kata Wana dalam Webinar Diskusi Online “Manajemen Data dan Anggaran Penanganan Covid-19”, Rabu (10/2).

Pembelian alat rapid test dengan tingkat akurasi rendah menjadi sia-sia karena masyarakat perlu kembali melakukan tes Covid-19 yang lebih manjur yakni swab antigen atau PCR.  Perencanaan pemerintah dalam menangani pandemi belum matang saat itu.

Selain itu, ICW menemukan potensi kecurangan dalam penyimpanan alat kesehatan.  Salah satu gudang Badan Usaha Milik Negara yang menjadi rekan BNPB untuk menyimpan alat kesehata ternyata tak memiliki kapasitas khusus untuk menyimpan alat tersebut. 

Ada pula beberapa penyedia alat kesehatan yang ditunjuk pemerintah yang sebelumnya tak memiliki kemampuan dibidangnya. Dengan demikian, kerja sama tersbeut cenderung hanya untuk kepentingan beberapa pihak.

Direktur Program Institute For Development of Economics and Finance Esther Sri Astuti berpendapat pemerintah seharusnya memantau secara berkala semua alokasi anggaran penanganan Covid-19 guna menghindari ketidakefektifan belanja negara. Pemerintah harus mengevaluasi apakah anggaran untuk alat rapid test, alat kesehatan, dan obat obatan bisa mengurangi angka korban Covid-19.

"Jika belum pasti tidak efektif, langsung dilacak letak masalahnya," kata Esther kepada Katadata.co.id, Rabu (10/2).

Selanjutnya, pemerintah harus terus mengevaluasi penyesuaian alokasi anggaran penanganan pandemi dengan target yang telah ditetapkan. Indikator kunci atas pelaksanaan semua dana yang telah dikeluarkan perlu dibuat. "Apa sudah tepat sasaran atau belum" ujar dia.

Saat ini, rapid test tak lagi menjadi syarat perjalanan ke luar kota karena tingkat akurasinya yang rendah. Rapid test kini digantikan oleh swab test antigen.

Menteri Kordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto sebelumnya mengatakan, pemerintah akan menggratiskan swab test antigen kepada masyarakat di desa/kelurahan. Kebijakan ini diterapkan seiring dengan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) skama mikro yang berlaku pada 9-22 Februari 2021.

"Pelaksanaan testing dilakukan dengan swab antigen secara gratis yang disiapkan untuk masyarakat desa /kelurahan yang disedaiakan Kementerian Kesehatan dengan menggunakan fasilitas kesehatan dan puskesmas di wilayah masing-masing," kata Airlangga dalam konferensi pers, Senin (8/2).

Selain meningkatkan testing, pemerintah juga akan mendorong penelusuran kasus (tracing) dan perawatan (treatment) kasus Covid-19. Peningkatan tracing dilakukan dengan penelusuran lebih intensif di setiap desa/kelurahan oleh pelacak dari Babinsa/Bhabinkamtibmas yang telah dididik sebagai penelusur oleh Kementerian Kesehatan. Sementara, perbaikan treatment dilakukan dengan pelaksanaan isolasi mandiri, isolasi terpusat, dan perawatan di fasilitas kesehatan yang dikoordinasikan oleh pos jaga desa/kelurahan.

Di sisi lain, pemerintah juga berupaya untuk memenuhi kebutuhan dasar bagi masyarakat yang berada di desa berzona merah. Bantuan yang diberikan berupa pemberian bantuan beras dan bantuan masker kain sesuai standar. Adapun, kebijakan PPKM mikro tersebut juga dikoordinasikan dengan TNI/Polri di tingkat Polsek dan Koramil.

Reporter: Agatha Olivia Victoria