Jurus PPKM Mikro: Mengetatkan Permukiman, Melonggarkan Aktivitas Usaha
- Pemerintah menelurkan kebijakan baru yaitu PPKM Mikro, yang berlaku mulai tanggal 9 hingga 22 Februari 2021.
- Pendekatan berbasis komunitas terbukti berhasil di negara lain.
- Ada kritik atas dilonggarkannya pembatasan di pusat-pusat kegiatan.
Presiden Joko Widodo menilai kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Jawa Bali tidak efektif dalam menekan kasus Covid-19. Pemerintah pun menerapkan kebijakan baru, yakni PPKM berskala mikro yang berlaku pada 9-22 Februari 2021.
Namun, apakah PPKM mikro tersebut bisa lebih efektif menekan penularan Covid-19 dibandingkan dengan kebijakan sebelumnya?
Epidemiolog dari Universitas Indonesia Pandu Riono mengatakan, pembatasan sosial memang lebih tepat bila berbasis komunitas dengan melibatkan RT/RW, kampung, hingga desa. "Komunitas tempat tinggal itu bisa saling mengawasi, membantu, dan mengurangi stigma negatif," kata Pandu saat dihubungi Katadata, Senin (8/2).
Hal serupa juga telah diterapkan di negara tetangga, seperti Thailand. Di Negeri Gajah tersebut, para kader desa turut membantu masyarakat yang terinfeksi Covid-19 sehingga bisa mengurangi pandangan buruk terkait orang yang terinfeksi corona.
Bila tidak ada stigma negatif, pelacakan kasus bisa dilakukan dengan mudah. Sebab, masyarakat akan membuka diri saat diwawancara oleh pelacak.
Di sisi lain, ia menilai kebijakan zonasi wilayah kurang tepat untuk dilakukan. Sebab, hal ini dapat menimbulkan stigma buruk terhadap daerah yang berzona merah.
Lagi pula, penyebaran virus corona juga tidak mengenal wilayah atau zonasi. Tak hanya itu, pemantauan jumlah kasus di tingkat mikro masih sulit untuk dilakukan.
Pandu pun menilai, aturan pembatasan sosial semestinya diseragamkan di setiap wilayah, tanpa memandang jumlah kasus di daerah tersebut. "Jadi yang penting adanya kewaspadaan yang tinggi," ujar dia.
Sedangkan epidemiolog dari Universitas Indonesia (UI) Syahrizal Syarif Ph.D berpendapat, PPKM skala mikro tepat dilaksanakan meski saat ini terhitung sudah terlambat. "Dari awal saya sudah menganjurkan pelaksanaan PPKM skala mikro karena potensinya ada," katanya, seperti dikutip dari Antara.
Potensi yang dimaksud ialah pelibatan bidan desa, bintara pembina desa (babinsa), Bhayangkara Pembina Keamanan dan Ketertiban Masyarakat (Bhabinkamtibmas) hingga tenaga penggerak desa. Sumber daya manusia (SDM) tersebut dapat diberdayakan untuk menjalankan PPKM skala mikro. Selain itu, penguatannya dapat disokong oleh alokasi dana desa.
Selain itu, dia menyarankan pemerintah agar fokus mengatasi kerumunan massa yang terjadi di masyarakat. "Yang paling pokok saat ini pemerintah fokus pada pencegahan atau melarang kerumunan. Karena itulah yang paling pokok."
Di sisi lain, Pandu mempertanyakan kebijakan pemerintah yang memperpanjang jam operasional pusat belanja dan penambahan kapasitas makan di tempat (dine in). "Jadi sebetulnya mau dibatasi atau dilonggarkan?" katanya.
Sedangkan pengusaha menilai kebijakan PPKM berbasis mikro lebih baik dibandingkan PPKM sebelumnya. "PKM Berbasis Mikro lebih baik bagi Pusat Perbelanjaan karena Pusat Perbelanjaan dapat beroperasi kembali sampai dengan jam 21.00," kata Ketua Umum Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) Alphonzus Widjaja.
Ia pun berharap, pelonggaran aturan tersebut dapat meningkatkan tingkat kunjungan dari 20-30% menjadi 30-40%.
Sementara itu, berikut adalah Databoks perkembangan Covid-19 di Indonesia:
Kebijakan PPKM Mikro
PPKM Mikro diterapkan dengan mengacu pada Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 3 Tahun 2021. Dalam penerapan PPKM mikro, pemerintah mengizinkan aktivitas kerja di kantor sebanyak 50% dari kapasitas ruang, lebih longgar dari aturan sebelumnya sebanyak 25%. Sementara, kegiatan belajar mengajar tetap dilakukan secara daring.
Seain itu, sektor esensial diperbolehkan beroperasi 100% dengan mematuhi protokol kesehatan. Sedangkan, jam operasional pusat perbelanjaan/mal dilonggarkan dari sebelumnya sampai pukul 20.00 menjadi 21.00.
Selanjutnya, kegiatan makan dan minum di restoran dilonggarkan dari kapasitas 25% menjadi 50% dengan penerapan protokol kesehatan. Selain itu, pesan antar/dibawa pulang tetap diperbolehkan.
Kemudian, kegiatan konstruksi diperbolehkan beroprasi 100% dengan penerapan protokol kesehatan. Untuk tempat ibadah, kapasitas dibatasi maksimal 50% dengan protokol kesehatan.
Adapun, fasilitas umum/kegiatan sosial budaya dihentikan sementara. Sedangkan, transportasi umum memerlukan pengaturan kapasitas dan jam operasional dengan protokol kesehatan. Ketentuan aturan ini berlaku di tingkat kabupaten kota dengan pelaksanaan sampai dengan desa/kelurahan.
Pelaksanannya didasarkan pada penerapan zonasi PPKM mikro tingkat RT. Penerapan zonasi tersebut meliputi wilayah dengan zona hijau (tidak ada kasus), zona kuning (1-5 rumah memiliki kasus positif di satu RT), zona oranye (6-10 rumah memiliki kasus positif di satu RT) dan zona merah (lebih dari 10 rumah memiliki kasus positif di satu RT).
Skenario pengendalian kasus di setiap zona berbeda-beda. Untuk zona hijau, skenario pengendalian dengan surveilans aktif, mengetes seluruh suspek, dan pemantauan kasus secara berkala.
Di zona kuning, skenario pengendalian dengan menemukan kasus suspek dan pelacakan kontak erat serta isolasi mandiri pasien psoitif dan kontak erat dengan pengawan ketat. Selanjutnya, pengendalian di zona oranye dilakukan dengan menemukan kasus supek dan pelacakan kontak erat, isolasi mandiri pasien positif dan kontak erat dengan pengawasan ketat, serta penutupan rumah ibadah, tempat bermain anak, dan tempat umum.
Di zona merah, pengendalian dilakukan dengan menemukan kasus suspek dan pelacakan kontak erat; isolasi mandiri dengan pengawasan ketat, tidak boleh kumpul lebih dari 3 orang di luar rumah; penutupan rumah ibadah, tempat bermain anak, dan tempat umum; pelarangan keluar-masuk penduduk di atas pukul 20.00; dan peniadaan kegiatan masyarakat seperti arisan dan lainnya.
Alasan PPKM Mikro Lebih Longgar
Pemerintah melonggarkan sejumlah aturan dalam PPKM mikro, seperti penambahan kapasitas bekerja di kantor, kapasitas makan di tempat, dan perpanjangan jam operasional mal. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, perubahan kebijakan itu dilakukan karena mobilitas masyarakat di sejumlah fasilitas umum telah menurun.
Ia mengatakan, data Google Mobility menunjukkan tingkat mobilitas di sektor retail turun 22%, sektor makanan dan apotek kontraksi 3%, fasilitas umum turun 25%, transportasi anjlok 36%, dan perkantoran minus 31%. "Sedangkan mobilitas yang masih bergerak di level permukiman, yaitu meningkat 7%," ujar dia.
Sektor retail dan pusat belanja pun dianggap telah memiliki protokol kesehatan yang ketat. Oleh karena itu, pemerintah mengambil kebijakan PPKM mikro dengan fokus pengendalian Covid-19 di area pemukiman.