Pemerintah terus mengkaji potensi mutasi virus corona di Indonesia. Menteri Riset dan Teknologi (Menristek)/Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Bambang Brodjonegoro menduga, mutasi virus penyebab Covid-19 mungkin terjadi di Indonesia, terutama di Jawa.
Hingga 14 Februari 2021, data Whole Genome Sequence (WGS) yang telah dikirimkan ke Global Initiative on Sharing All Influenza Data (GISAID) mencapai 416 sequences. Dari jumlah itu, 392 sequences di antaranya merupakan complete WGS.
Secara rinci, tipe genetik Covid-19 (clade) terbesar yang berada di Indonesia ialah clade GH dengan jumlah 231 sequences (59%), clade GR sebanyak 74 sequences (19%), clade L berjumlah 61 sequences (16%), clade O dengan total 20 sequences (5%), dan clade G sejumlah 6 sequences (1%).
"Kalau saya tidak salah, dulu clade O yang mendominasi WGS di Indonesia. Artinya, dalam tanda kutip, mutasi strain virus ini telah terjadi di Indonesia," kata dia dalam sebuah webinar, Senin (15/2).
Berdasarkan wilayah, sebagian besar mutasi virus Covid-19 terjadi di provinsi yang paling infeksius, seperti Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, dan Jawa Tengah. Meski begitu, perlu diversifikasi lebih lanjut untuk memastikan mutasi Covid-19 yang terjadi di Tanah Air.
Berikut Databoks penularan Covid-19 di Indonesia:
Bambang pun memastikan, varian virus dari Afrika Selatan, Inggris, dan Brasil belum ditemukan di Indonesia. Namun, varian virus itu perlu diwaspadai lantaran sudah ada di negara sekitar Indonesia, seperti Australia, Jepang, dan Singapura.
Ke depan, pemerintah terus berupaya meningkatkan kapasitas sequencing. Kemristek menargetkan, kapasitas sequencing dapat mencapai 5% dari total kasus positif di setiap provinsi.
Selain itu, pemerintah melakukan analisis genotipe untuk menyaring varian virus tertentu, seperti varian dari Afrika Selatan, Inggris, dan Brasil. "Jika kita mengkhawatirkan ketiga jenis strain baru tersebut, maka kami melakukan analisis genotipe untuk ketiga jenis itu," ujar Bambang.
Selanjutnya, pemerintah melakukan analisis bioinformatika hilir secara komprehensif serta membangun repositori data nasional. Upaya tersebut dilakukan dengan membangun jejaring dengan para institusi, membangun kapasitas sumber daya manusia, dan menggunakan dana Kemenristek/BRIN secara fokus pada surveilans genomik.
President of GISAID Initiative Peter Bogner mengatakan, dugaan bahwa varian tertentu belum ada di Indonesia tidak bisa dibuktikan. Sebab, belum ada surveilans genom maupun data yang cukup. "Anda juga tahu, Indonesia memiliki wilayah kepulauan yang sangat luas dan populasi signifikan," kata dia.
Ia pun berharap, Bambang dapat mendorong pemerintah untuk mengumpulkan data dalam jangkauan luas di Indonesia. "Jadi bukan hanya di wilayah metropolitan," katanya.