Ditemukan Gejala Pembekuan Darah, Apakah Vaksin AstraZeneca Aman?

ANTARA FOTO/Novrian Arbi/hp.
Petugas tenaga kesehatan mengambil Vaksin COVID-19 AstraZeneca untuk disuntikkan kepada prajurit TNI-AU di Gedung Perawatan Umum Lanud Husein Sastranegara, Bandung, Jawa Barat, Kamis (1/4/2021).
Penulis: Sorta Tobing
8/4/2021, 13.15 WIB

Pembuat vaksin virus corona, AstraZeneca, akan mengubah informasi pada produknya. Langkah ini ditempuh usai regulator Uni Eropa dan Inggris menduga adanya efek samping, berupa pembekuan darah otak, pada pemakai vaksin tersebut.

“AstraZeneca telah secara aktif bekerja sama dengan regulator untuk menerapkan perubahan ini pada informasi produk kami,” demikian pernyataan tertulis perusahaan asal Inggris itu, Kamis (8/4), dikutip dari Reuters

Beberapa negara di Eropa telah mengumumkan pembatasan pemakaian vaksin tersebut pada orang yang lebih muda. Kebanyakan yang mengalami gejala pembekuan darah adalah wanita di bawah usia 60 tahun dalam waktu dua minggu setelah vaksinasi. 

Italia adalah negara terbaru yang mengubah kebijakannya kemarin. Pemerintah setempat hanya merekomendasikan penggunaan AstraZeneca untuk mereka yang berusia di atas 60 tahun.

Regulator obat-obatan Meksiko belum memiliki rencana untuk membatasi penggunaan vaksin AstraZeneca. Negara ini telah memperoleh 3,5 juta dosis vaksin yang dikembangkan bersama para peneliti Universitas Oxford tersebut. 

Meksiko dan Argentina juga memiliki kesepakatan dengan AstraZeneca untuk memproduksi vaksin dan didistribusikan di Amerika Latin. Kerja sama ini mendapat dukungan finansial dari yayasan miliarder Meksiko, Carlos Slim.

Pejabat senior Badan Pengawas Obat-Obtan Eropa (EMA) menyebutkan terdapat kaitan yang jelas antara vaksin AstraZeneca dan kasus penggumpalan darah di otak yang sangat langka. Penyebab langsung pembekuan itu masih belum diketahui.

Namun, badan ini masih menahan diri untuk mengeluarkan pedomannya. Mereka menyerahkan ke masing-masing negara untuk membuat penilaian risikonya, berdasarkan kondisi lokal. "Setiap negara dapat mengambil keputusan yang berbeda tentang siapa yang akan divaksin," kata Direktur Eksekutif EMA Emer Cooke.

Cooke mengatakan risiko kematian akibat Covid-19 masih jauh lebih besar ketimbang efek samping vaksinasi. “Sangat penting untuk menggunakan vaksin dan mengalahkan pandemi ini," katanya.

EMA telah menerima 169 kasus pembekuan darah otak langka yang dikenal sebagai trombosis sinus vena serebral (CVST). Jumlah itu terjadi dari 34 juta dosis suntikan yang diberikan di Eropa.

Ada juga tiga kasus pembekuan darah dengan trombosit rendah setelah penggunaan suntikan Johnson & Johnson. Para ahli mengatakan kepada Reuters, masih terlalu dini untuk mengatakan apakah peristiwa ini terkait dengan vaksin tersebut.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) berharap tidak akan ada alasan untuk mengubah penilaian manfaat vaksin AstraZeneca yang lebih besar ketimbang risikonya. Direktur WHO Rogerio Gaspas mengatakan pihaknya masih mempelajari secara cermat data terkini mengenai vaksin tersebut. 

"Apa yang dapat kami katakan adalah penilaian antara manfaat dan risiko vaksin itu sebagian besar masih positif," katanya saat konferensi pers di Jenewa, Swiss. 

Ilustrasi vaksin AstraZeneca. (ANTARA FOTO/Prasetia Fauzani/hp.)

Apa Risiko Pembekuan Darah Vaksin AstraZeneca?

BBC menuliskan, berdasarkan angka dari regulator obat-obatan Inggris, dengan pemberian 10 juta dosis vaksin AstraZeneca, ada kemungkinan terjadi 40 gejala pembekuan darah. Dari angka ini, sekitar 10 orang memiliki konsekuensi yang fatal.

Sepuluh kematian dari 10 juta orang yang divaksinasi adalah satu dari sejutar kemungkinan. Angkanya serupa dengan risiko meninggal saat berkendara di jalan raya. 

Sekitar tiga perempat yang mengalami gejala pembekuan darah akan sembuh dengan baik. Sejumlah kecil, mungkin meninggal dalam waktu satu bulan setelah gejala muncul. 

Studi Badan Pengatur Produk Kesehatan dan Obat-obatan (MHRA) Inggris menunjukkan penggumpalan darah terkait tingkat trombosit yang rendah terjadi setelah menerima vaksin tersebut. 

Trombosit adalah sel darah kecil yang membantu manusia membentuk gumpalan untuk menghentikan pendarahan. Di antara gumpalan ini adalah jenis trombosis sinus vena serebral (CSVT) yang berada di pembuluh darah besar di kepala. Kemunculan gumpalan ini dapat membuat aliran darah ke otak terhenti.

Risikonya adalah sel darah bisa pecah dan bocor ke jaringan otak sehingga menyebabkan stroke. CVST, menurut John Hopkins School of Medicine, merupakan jenis stroke langka dan mempengaruhi sekitar lima dari sejuta orang setiap tahun. 

Ilustrasi vaksin AstraZeneca. (ANTARA FOTO/Teguh Prihatna/rwa.)

Apa Gejala Pembekuan Darah?

MHRA mengatakan siapa pun yang memiliki gejalan ini empat hari atau lebih setelah menerima vaksin AstraZeneca, harus segera mencari bantuan medis. Gejala tersebut adalah:

1. Sakit kepala parah atau terus-menerus.
2. Penglihatan kabur.
3. Nyeri dada.
4. Sesak napas.
5. Kaki bengkak.
6. Sakit perut yang terus-menerus.
7. Memar kulit yang tidak biasa.
8. Bintik-bintik (tidak termasuk tempat suntikan).

Siapa yang Tidak Boleh Menerima Vaksin AstraZeneca?

MHRA menyarankan siapapun yang mengalami pembekuan darah setelah dosis pertama vaksin, sebaiknya tidak menerima dosis kedua. Orang yang memiliki riwayat kelainan darah sebaiknya hanya menerima vaksin AstraZeneca ketika manfaatnya lebih besar dari risikonya. 

Wanita hamil harus berkonsultasi dengan dokter terlebih dahulu. Uji Coba vaksin untuk anak-anak pun sudah dihentikan karena tinjauan MHRA. 

Ilustrasi vaksin AstraZeneca. (ANTARA FOTO/Moch Asim/aww.)

Bagaimana Cara Kerja Vaksin AstraZeneca?

Vaksin ini dibuat dari versi lemah virus flu biasa alias adenovirus dari simpanse. Para peneliti lalu memodifikasinya untuk mengandung materi genetik yang dimiiki virus corona, tapi tidak menyebabkan penyakit. Setelah penerima menerima vaksin tersebut, tubuh akan membuat sistem kekebalan untuk melawan virus yang sebenarnya. 

Berapa Lama Vaksin dapat Melindungi dari Covid-19?

Sampai saat ini belum diketahui berapa lama perlindungan vaksin terhadap virus korona. Sebuah penelitian menemukan, orang yang tidak divaksinasi dan menderita Covid-19 akan membentuk kekebalan tubuh setidaknya selama enam bulan. 

Vaksin cenderung memberikan perlindungan yang lebih kuat dari ini. Mungkin orang membutuhkan vaksinasi tersebut secara tahunan, seperti yang terjadi dengan suntikan flu.

Reporter: Antara

Konten cek fakta ini kerja sama Katadata dengan Google News Initiative untuk memerangi hoaks dan misinformasi vaksinasi Covid-19 di seluruh dunia.