Menkes, KSAD TNI, & BPOM Sepakat Hentikan Uji Klinis Vaksin Nusantara

ANTARA FOTO/Adiwinata Solihin/wsj.
Ilustrasi.
Penulis: Sorta Tobing
19/4/2021, 16.20 WIB

Uji klinis vaksin Nusantara dihentikan. Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Andika Perkasa, dan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny Kusumastuti Lukito sepakat menghentikan pengujiannya pada siang tadi, Senin (19/4).  

Ketiganya setuju hanya penelitian sel dendritik berbasis pelayanan untuk diri pasien sendiri yang dapat berlanjut. Penelitian ini tidak untuk kepentingan komersialisasi vaksin masal, sehingga tidak perlu izin edar 

"Jadi, ini akan diperlakukan sebagai penelitian yg bersifat privat dan bukan kelanjutan dari uji klinis selama ini," ujar salah seorang sumber kepada Katadata.co.id. "Karena itu, penelitian di Rumah Sakit Umut Pusat (RSUP) Dokter Karyadi pun tidak lagi dilanjutkan, hanya di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto."

BPOM nantinya hanya memberikan pedoman untuk melaksanakan penelitian tersebut. Lalu, Kementerian Kesehatan melakukan pengawasan dan pembinaan mengenai sel dendritik untuk menambah kekebalan tubuh dari virus SARS-CoV-2 alias Covid-19.

TNI sebelumnya telah  menyatakan vaksin Nusantara yang dikembangkan mantan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto bukan merupakan programnya. "Vaksin Nusantara bukan program kami," kata Kepala Pusat Penerangan Kapuspen TNI Mayor Jenderal TNI Achmad Riad saat jumpa pers di Mabes TNI, Cilangkap, Jakarta, pagi tadi.

Pihaknya siap mendukung berbagai inovasi vaksin dan obat-obatan asalkan memenuhi tiga syarat BPOM. Ketiganya adalah aspek keamanan, efikasi, dan kelayakan.

Infografik_Polemik vaksin nusantara besutan terawan (Katadata)

Kontroversi Vaksin Nusantara

Sel dendritik kerap dipakai untuk pengobatan kanker. Dalam dunia kedokteran, sel dendritik merupakan sel imun yang terbentuk di luar tubuh dengan antigen khusus.

Vaksin Nusantara akan memakai metode tersebut. Prosesnya berawal dari pengambilan darah pasien. Lalu, sel darah putih dikenalkan dengan rekombinan SARS-CoV-2. Proses ini memakan waktu tiga hari sampai seminggu. Setelah itu, hasilnya disuntikkan kembali ke dalam tubuh pasien.  

Teknologi anyar ini menuai kritik karena terlalu rumit dan mahal untuk pembuatan vaksin. Hasil uji klinis tahap pertamanya pun tidak menggembirakan.

BPOM melaporkan 71,4% relawan uji vaksin Nusantara mengalami kejadian tak diinginkan atau KTD. Sebanyak 20 dari 28 subjek mengalami hal tersebut, meskipun dalam grade satu dan dua.

Kejadian tak diinginkan itu adalah nyeri lokal, nyeri otot, nyeri sendi, nyeri kepala, penebalan, kemerahan, gatal, petechiae (ruam pada kulit), lemas, mual, demam, batuk, pilek, dan gatal. 

Lalu, terdapat enam relawan dengan KTD grade tiga. Satu relawan mengalami hiperneatremi atau konsentrasi natrium yang tinggi dalam darah. Gejala ini seperti orang kekurangan air minum.

Dengan semua hasil tersebut, BPOM tidak mengizinkan uji klinis tahap kedua untuk vaksin Nusantara. Namun, pada pekan lalu pengujiannya nekat berlanjut di  RSPAD Gatot Soebroto. Sejumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menjadi sampel penelitian tersebut. 

Beberapa anggota Dewan yang menjadi sukarelawan adalah Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahamad, Saleh Partaonan Daulay dari Partai Amanat Nasional (PAN), dan Adian Napitupulu dari PDI Perjuangan (PDIP). Ada pula politikus yang ikut dalam pengujian tersebut, yaitu Aburizal Bakrie dan Gatot Nurmantyo.