Usaha Sosial Kreatif Masih Terkendala Akses Pendanaan

Katadata
Usaha Sosial Kreatif Masih Terkendala Akses Pendanaan.
Penulis: Melati Kristina Andriarsi - Tim Publikasi Katadata
22/5/2021, 10.08 WIB

Usaha sosial kreatif merupakan salah satu sektor penyumbang  Pendapatan Domestik Bruto (PDB) terbesar di Indonesia. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) yang dikutip dari studi British Council menunjukkan sumbangan usaha kreatif pada 2015 lalu terhadap PDB sebesar Rp 852 triliun. Ekonomi kreatif juga turut menyumbang 7,3 persen dari PDB nasional.

Adapun pada 2016 lalu, sektor ekonomi kreatif penyumbang PDB terbesar yaitu kuliner dengan persentase 41,7 persen, fesyen 18 persen, dan kriya 15,7 persen. Dari 16 sub sektor, terdapat tiga sektor usaha kreatif dengan pertumbuhan tercepat, yakni desain komunikasi visual, musik, dan video animasi.

Dalam studi yang bertajuk “Creative and Social Enterpriese in Indonesia”, British Council berkolaborasi dengan United Nations Economic and Social Commission for Asia and the Pacific (UNESCAP) dan Asian Venture Philanthropy Network (AVPN) melakukan survei terhadap 1.388 responden yang terbagi dalam 332 usaha sosial, 435 usaha kreatif, dan 211 usaha sosial kreatif. Dari studi tersebut, ditemukan bahwa 22 persen usaha sosial bergerak di bidang ekonomi kreatif.

70 persen usaha sosial telah beroperasi selama dua tahun atau kurang. “62 persen usaha sosial didirikan dengan biaya lebih rendah telah berdiri selama 2 tahun, sedangkan usaha yang umurnya lebih dari lima tahun cenderung terdaftar sebagai yayasan,” tulis dalam studi tersebut. Studi British Council juga menemukan bahwa 22 persen usaha sosial berada di sektor pertanian dan, 16 persen di perikanan, pendidikan sebesar 15 persen dan jasa sebesar 13 persen.

Selain terbagi dalam sektor yang bervariasi, usaha sosial kreatif lebih inklusif dari usaha sosial maupun usaha kreatif. Pada 2019, jumlah rata-rata pekerja perempuan sebanyak 3,8. Sedangkan jumlah rata-rata pekerja muda di bawah 35 tahun adalah 3,9. Usaha sosial kreatif juga menyediakan lapangan kerja yang inklusif khususnya terhadap difabel yang rata-ratanya mencapai 1,2.

Grafik_Usaha Sosial Kreatif Masih Terkendala Akses Pendanaan (Katadata)

Meski mengalami pertumbuhan pesat dalam lima tahun terakhir, studi British Council bertajuk “Berinvestasi pada Usaha Sosial Kreatif Indonesia” memaparkan bahwa sebagian besar usaha sosial kreatif belum pernah mendapatkan pendanaan eksternal. Sebanyak 45 persen pendanaan berasal dari keuangan pribadi, 19 persen berasal dari donasi, dan 14 persen berasal dari crowdfunding. Selain itu pendanaan usaha sosial kreatif juga berasal dari pinjaman (12 persen) serta hibah dari pemerintah (9 persen) dan yayasan (7 persen).

Usaha sosial kreatif saat ini masih terkendala akses pembiayaan. Dalam studi tersebut disebutkan faktor penghambat pembiayaan eksternal yaitu keterbatasan akses ke investor dan rekam jejak atau kinerja bisnis, kesulitan memenuhi persyaratan agunan, hingga terkendala regulasi saat mengamankan modal asing.

“Survei kami memperkuat temuan ini, bahwa beberapa perusahaan yang telah mencoba akses keuangan tidak berhasil atau tidak dapat mengidentifikasi investor yang cocok,” tulis laporan tersebut. Adapun usaha berbasis komunitas memilih untuk tidak mencari pendanaan eksternal dari pihak ketiga karena alasan keagamaan seperti menghindari riba.

Laporan British Council menyebutkan, terdapat beragam pelaku dalam ekosistem investasi di bidang usaha sosial kreatif. Dalam laporan tersebut juga mengidentifikasi 14 kategori individu, institusi, dan organisasi yang mendukung usaha sosial kreatif. Adapun sebagian pelaku tersebut adalah investor murni (financial motivated investor) dan investor yang juga memiliki agenda sosial (investor with blended motivation). Lainnya adalah pemberi hibah, pemerintah, start-up, dan jaringan lainnya termasuk ANDE, ANGIN, AVPN, dan GSG.

Guna mengoptimalkan potensi usaha kreatif sosial, dibutuhkan kerangka kebijakan yang memberikan insentif bagi usaha yang memiliki nilai sosial. Adapun bantuan tersebut bisa berupa pengurangan pajak, subsidi jaminan sosial, maupun dukungan pemerintah dalam mendorong penyaluran investasi ke usaha sosial kreatif yang berdampak baik bagi keuangan, sosial, hingga lingkungan. Selain itu, perlu juga sinergi antara pelaku investasi dan pelaku usaha sosial kreatif dalam menyamakan persepsi sehingga dapat mendorong kemudahan pendanaan.