Meninjau Kebijakan Anti Illegal Fishing Indonesia

Humas PSDKP
Kementerian Kelautan dan Perikanan Melakukan Penenggelaman Kapal Pelaku Illegal Fishing di Belawan.
Penulis: Fitria Nurhayati - Tim Publikasi Katadata
25/5/2021, 18.28 WIB

Dilanjutkan lagi, transhipment diperbolehkan dengan beberapa syarat seperti keharusan 70-80 persen awak buah kapal (ABK). Laporan Greenpeace bekerja sama dengan Global Fishing Watch memaparkan, transhipment di laut merupakan celah praktik IUUF. Dengan offloading ikan di laut, kapal bisa menyelundupkan tangkapan ikan ke pasar. Ini membuat pemerintah sulit mendeteksi atau melacak ikan tangkapan karena kapal beroperasi tanpa harus kembali ke pelabuhan untuk pencatatan.

Menurut analisa KIARA, ada dua hal yang menyebabkan transhipment itu bagian dari IUUF dan tidak boleh lagi dilakukan. Pertama, pemerintah Indonesia tidak bisa mengukur berapa banyak sumber daya laut yang diambil dengan alih muat di tengah laut. “Siapa yang mau mengawasi? Rencananya mau ada logbook, siapa yang mau mencatat hasil tangkap di tengah laut?” kata Susan.

Kedua, persoalan perbudakan. ABK yang berada di kapal dengan sistem transhipment tidak bisa dilacak identitasnya. Ini menyebabkan ABK berisiko tidak mendapat bayaran yang layak dan bekerja melebihi jam kerja seharusnya.

Kendala utama dalam menangani IUUF, diakui Wahyu adalah minimnya armada kapal patroli yang dimiliki KKP. Saat ini, KKP memiliki 30 kapal yang berpatroli di sebelas wilayah perairan (WP) Indonesia. Dari 30 kapal, 4 di antaranya sedang diperbaiki. Praktis yang normal beroperasi hanya 26 kapal.

“Ini jauh dari ideal. seharusnya, setidaknya kita punya 70 kapal patroli untuk menjaga WP kita,” tuturnya. Untuk ini, Wahyu menjelaskan, pemerintah menargetkan ada penambahan sepuluh kapal patroli di tahun ini. “Tahun ini mulai dianggarkan. Mudah-mudahan dua sampai tiga tahun lagi sudah ada tambahan untuk memperkuat armada patroli kelautan kita,” kata Wahyu.

Modus dan Dampak IUUF bagi Indonesia

Dalam catatan Satgas 115 sejak 2014 sampai 2019, modus operandi dan pelanggaran pidana yang dilakukan pelaku IUUF beragam. Beberapa di antaranya adalah pemalsuan dokumen, double flagging, mengubah nama kapal, bahkan perdagangan orang atau human trafficking.

Modus OperandiModus Operandi Pidana Lainnya
Pemalsuan dokumen pengalihan kepemilikan kapalPerdagangan orang
Double flagging dan double registeredKerja paksa
Penangkapan ikan tanpa izin SIPI/SIKPIPenganiayaan
Mengubah nama kapalMempekerjakan anak di bawah umur
Berlayar tanpa izinPenyelundupan barang
Menggunakan nahkoda dan ABK asingKorupsi
Alih muatan ilegal di tengah lautTindak pidana pencucian uang
Pelaporan logbook yang tidak akuratTindak pidana ketenagakerjaan
Tidak taat dalam melaporkan health certificate dan pemberitahuan ekspor barangTindak pidana keimigrasian
Pelanggaran jalur penangkapan ikanTindak pidana pajak
Tidak mendaratkan ikan di pelabuhan pangkalanPenggunaan bahan bakar minyak ilegal
Mematikan VMS dan AIS

Sumber: Satgas 115

Banyaknya modus IUUF ini belum diimbangi dengan penegakan hukum yang adil. Masih dari laporan Satgas, diungkapkan beberapa kelemahan tindakan hukum pada pelaku IUUF. Mulai dari penerapan jenis dakwaan yang sangat ringan sehingga tidak menimbulkan efek jera.

Koordinasi antar penyidik dan antar kementerian dan lembaga yang menangani perkara perikanan juga dinilai Satgas 115 masih lemah. Penyimpangan hasil putusan pengadilan, seperti kapal pelaku dilelang dengan murah bahkan dikembalikan ke pemilik asal juga menjadi persoalan.

“Untuk yang satu ini kami benar-benar sedang berbenah. Jangan sampai kapal kembali pada pelaku,” tegas Wahyu.

Dari bermacam upaya pencegahan dan penanganan pelaku IUUF sepanjang 2014 sampai 2019, KKP mencegah keluar dan masuknya ikan ilegal sebanyak 17,9 miliar ekor, 85.011 paket telur ikan, dan 1,1 juta kilogram ikan. totalnya mencapai 2,27 triliun rupiah.

Afdillah juga mengingatkan, kerugian ekonomi hanya bagian kecil yang harus diderita negeri ini akibat aktivitas IUUF. “Ekosistem laut yang rusak, asupan nutrisi bagi anak negeri yang berkurang, merupakan kerugian sebenarnya. Tidak ternilai harganya,” tegas Afdillah.

Menjaga Laut dengan Melibatkan Nelayan

Lembaga nirlaba KIARA merekomendasikan beberapa hal supaya IUU Fishing di Indonesia bisa dilawan. Utamanya dengan mendorong masyarakat, khususnya para nelayan terlibat aktif menjaga keamanan laut. “Mereka yang merasakan bagaimana stok ikan menipis. Mereka melihat langsung kapal-kapal yang melakukan IUUF. Tapi mereka tidak bisa melakukan apa-apa karena tidak ada perlindungan dari negara,” ujar Susan.

Afdillah mengamini pentingnya pelibatan nelayan. Masalah utama penjagaan perairan Indonesia adalah pada patroli. Nelayan bisa dimaksimalkan perannya di sana. “Bekali dengan pengetahuan tentang cara menyikapi ketika mereka bertemu pelaku IUUF, bekali peralatan seperti GPS dan radio. Nelayan bisa melaporkan nama kapal dan nomor kapal ke tim pengawas di darat. Dari sana bisa dimonitor siapa pemilik kapalnya, beroperasi di WWP mana,” tambah Afdillah.

Selain itu, KIARA juga mendorong pemerintah memperkuat pengadilan perikanan. Di tingkat ASEAN, perlu memiliki satu payung yang secara legal mengikat pengamanan laut kolektif. KIARA juga mendorong pembentukan koperasi nelayan agar rantai pasok perikanan yang panjang bisa dipangkas.

“Jangan sampai kita kehilangan identitas maritim dan bahari kita. Jangan sampai nelayan kita beralih profesi menjadi buruh-buruh di kapal orang,” tegas Susan.

Simak dokumentasi mengenai IUUF oleh Ocean Defender Indonesia di video berikut:

Halaman: