Ledakan kasus Covid-19 menyebabkan kebutuhan oksigen medis meningkat. Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan meminta pengadaan dan penambahan kapasitas oksigen untuk pasien dipercepat.
Hal tersebut disampaikan Luhut saat menggelar rapat koordinasi penyediaan suplai oksigen untuk covid-19 secara virtual setingkat menteri dan lembaga terkait pada Kamis (8/7). Dalam rapat tersebut hadir Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir, hingga Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Herbuwono.
Dalam kesempatan itu, Luhut turut memaparkan jumlah pasien Covid-19 dan estimasi kebutuhan oksigen selama pemberlakukan PPKM Darurat. Untuk itu, ia meminta para pemangku kepantingan untuk tanggap dan bekerja lebih cepat demi keselamatan masyarakat.
“Kita bermain dengan waktu, harus bekerja cepat,“ kata Luhut seperti dikutip dari keterangan pers, Kamis (8/7).
Meski demikian, Luhut juga meminta agar pengadaan dan penambahan jumlah oksigen untuk pasien Covid-19 tetap taat hukum. "Jangan sampai pengadaannya bermasalah di masa depan, walaupun ada diskresi yang diberikan pada masa darurat ini," katanya.
Ia juga telah membuat skenario penangan Covid-19 selama PPKM Darurat Jawa-Bali. Selain itu Pemerintah akan mengevaluasi implementasi aturan yang sedang berjalan tersebut agar efektif.
Berdasarkan data Path.org, kebutuhan harian untuk medis tercatat sebesar 306,6 ribu ton per 1 Juli 2021 atau meningkat 48% dibandingkan pekan sebelumnya yakni 207,3 ribu ton. Kenaikan itu disebabkan oleh lonjakan kasus Covid-19 secara nasional, terutama di Jawa-Bali.
Sementara itu, produksi oksigen tahunan di Indonesia baru mencapai 639,9 ribu ton atau 74% dari kapasitas maksimal. Rinciannya, sebanyak 458,6 ribu ton untuk industri dan 181,3 ribu ton untuk medis. Lalu, masih ada cadangan yang bisa dimanfaatkan sebesar 226,1 ribu ton.
Samator Group memiliki kapasitas produksi oksigen terbesar, yakni 425 ribu ton. Linde Indonesia menempati posisi berikutnya dengan 125 ribu ton, diikuti Air Liquid Indonesia dan Air Product Indonesia yang masing-masing 114 ribu ton. Sebanyak 88 ribu ton berasal dari perusahaan lainnya.