Mengurai Polemik Vaksin Berbayar Individu hingga Ditunda Kimia Farma
Rencana vaksinasi berbayar menjadi ramai usai cucu usaha PT Kimia Farma Tbk, yakni Kimia Farma Diagnostika menyiapkan 1,5 juta dosis vaksin Covid-19 gotong royong untuk individu di Jawa dan Bali.
Bahkan Kimia Farma sampai menunda jadwal pelaksanaan program yang semula akan berlangsung pada Senin (12/7) hari ini. Banyaknya pertanyaan dari masyarakat membuat perusahaan harus memperpanjang masa sosialisasi.
"Kami mohon maaf karena jadwal Vaksinasi Gotong Royong Individu yang semula dimulai hari Senin, 12 Juli 2021 akan kami tunda hingga pemberitahuan selanjutnya," ujar Sekretaris Perusahaan Kimia Farma Ganti Winarno Putro dalam keterangan tertulis, Senin (12/7).
Rencana vaksinasi individu ini awalnya terkuak dari hasil rapat Komite Pengendalian Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPC-PEN) yang dipimpin Ketua KPC PEN Airlangga Hartarto pada Selasa (29/6) lalu. Langkah ini dilakukan demi mempercepat vaksinasi di tengah melonjaknya angka Covid-19.
Rencananya, penduduk usia di atas 18 tahun akan diberikan pilihan untuk memilih antara program vaksin gratis atau vaksin gotong royong atau walk-in berbayar. Selain itu, rapat mengusulkan adanya minimal satu fasilitas kesehatan yang khusus melayani vaksin berbayar ini di tiap kabupaten dan kotamadya.
Sedangkan harga vaksinasi gotong royong telah ditetapkan dalam Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor HK.01.07/Menkes/4643/2021. Aturan ini menyebut harga pembelian vaksin produksi Sinopharm sebesar Rp 321.660 per dosis.
"Semua warga negara Indonesia bisa memperoleh layanan vaksinasi ini," ujar Pelaksana Tugas Direktur Utama Kimia Farma Diagnostika Agus Chandra, Minggu (11/7).
Sebelumnya vaksinasi Gotong Royong hanya berlaku kepada perusahaan. Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia mencatat hingga pertengahan Juni, perusahaan yang sudah mendaftar program tersebut mencapai lebih dari 28.000 perusahaan. Dari jumlah itu, peserta yang terdaftar sekitar 10,5 juta orang.
Meski demikian, vaksin berbayar ini ditentang oleh sejumlah pihak. Salah satu contohnya adalah ahli wabah dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia dr Pandu Riono yang meminta pemerintah tak berbisnis dengan masyarakat.
Bahkan muncul tuntutan masyarakat untuk memaksa pemerintah menghapus vaksinasi berbayar ini. Hal ini terlihat dari petisi berjudul Batalkan Vaksinasi Mandiri, #VaksinasiMandiriGakAdil yang ada di laman Change.org.
Petisi yang digagas Koalisi Vaksin Untuk Semua Ini beralasan vaksin berbayar kepada individu bisa menyebabkan ketimpangan. Ujungnya, pandemi dikhawatirkan tak selesai jika hanya segelintir orang yang bisa mengakses vaksin.
“Keputusan ini juga bertentangan dengan rekomendasi WHO, UNHRC (Dewan HAM PBB) dan kesepakatan global bahwa semua upaya pengendalian harus dilakukan dengan menghormati hak masyarakat untuk mendapatkan vaksin seadil-adilnya,” tulis Koalisi di petisi tersebut.
Hingga berita ini ditulis, petisi yang ditujukan kepada Presiden Joko Widodo, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, dan Menteri Badan Usaha Milik Negara Erick Thohir itu sudah ditandatangani 4.434 orang.
Adapun Kementerian Kesehatan masih enggan berbicara banyak mengenai polemik vaksinasi mandiri ini. Juru Bicara Vaksinasi Kemenkes dr Siti Nadia Tarmizi meminta urusan teknis pelaksanaannya ditanyakan ke Kementerian BUMN.
“Ini teknisnya ke BUMN dan Biofarma ya, karena yang lead mereka,” kata Nadia, Senin (12/7).