Abaikan Fakta TWK, Eks Pegawai KPK Anggap Dewas Tak Bisa Diharapkan

ANTARA FOTO/Bayu Pratama S/rwa.
Massa yang tergabung dalam Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) saling dorong dengan pihak kepolisian saat aksi unjuk rasa di kawasan Jalan Lambung Mangkurat, Banjarmasin, Kalimantan Selatan, Kamis (24/6/2021). Aksi menyerukan menolak adanya pelemahan terhadap KPK. ANTARA FOTO/Bayu Pratama S/rwa.
Penulis: Rizky Alika
Editor: Maesaroh
23/7/2021, 18.46 WIB

Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewas KPK) menghentikan pemeriksaan dugaan pelanggaran kode etik pimpinan KPK dalam pelaksanaan Tes Wawasan Kebangsaan (TWK).

Mantan Direktur Pembinaan Jaringan Kerja Sama Antara Komisi dan Instansi KPK Sujanarko pun menyatakan Dewan Pengawas sudah tidak bisa diharapkan lantaran telah mengabaikan fakta yang ada.

"Dewas memang sudah tidak bisa diharapkan lagi, mereka kurang kuat pemahaman di bidang etik," kata Sujanarko saat dihubungi Katadata, Jumat (23/7).

Menurutnya, Dewas telah mengabaikan sejumlah fakta terkait TWK yang ditemukan Ombdusman. Padahal, fakta itu sulit dibantah.

Beberapa fakta yang dimaksud seperti backdated kontrak, sisipan pasal yang tidak dibahas sehak awal, tanda tangan biro hukum pada pertemuan yang tidak pernah dihadiri, serta peserta yang hadir dalam pertemuan justru tidak melakukan tanda tangan. Terlebih, temuan Ombudsman itu serupa dengan data yang pernah Sujanarko berikan kepada Dewas KPK.

Ia pun menilai, Ombusdman justru bekerja lebih keras daripada Dewas KPK. "Kalau Dewas lemah, pelan dan pasti akan menghancurkan KPK," ujarnya.

Terpisah, Ketua Dewas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean mengatakan, pihaknya menghentikan kasus dugaan pelanggaran etik oleh pimpinan KPK terkait pelaksanaan TWK. Sebab, aduan tersebut tidak cukup bukti.

"Tidak cukup bukti sehingga tidak memenuhi syarat untuk dialnjutkan ke sidang etik," ujar dia.

 Sebagaimana diketahui, pelapor aduan etik dilakukan oleh sejumlah pegawai yang tidak lolos TWK. Tumpak mengatakan, ada tujuh poin dugaan pelanggaran yang seluruhnya tidak terbukti.

Dugaan pertama, Ketua KPK Firli Bahuri diduga menyelundupkan pasal TWK saat akhir pembahasan Peraturan Komisi Pemberantasan Korpusi (Perkom) Nomor 01 Tahun 2021. Namun, Dewas menilai penyusunan Perkom dilakukan melalui pembahasan bersama dengan seluruh pimpinan KPK dan pejabat struktural yang rumusannya disusun oleh Biro Hukum bersama dengan Biro Sumber Daya Manusia (SDM).

"Tidak benar dugaan pasal TWK merupakan pasal yang ditambahkan oleh Saudara Firli Bahuri dalam rapat 25 Januari 2021," kata Anggota Dewas KPK Harjono.

Dugaan kedua, Firli diduga hadir seorang diri saat membawa draf Perkom ke Kementerian Hukum dan HAM pada 26 Januari 2021. Dewas menyatakan, rapat harmonisasi draf Perkom pada tanggal tersebut juga dihadiri Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron dan Sekjen KPK Cahya H Harefa.

Dugaan ketiga, pimpinan KPK disebut tak menjelaskan konsekuensi TWK dalam kegiatan sosialisasi pengalihan status pegawai KPK menjadi ASN. Namun, Dewas menilai konsekuensi dari TWK telah ditanggapi oleh Kepala Biro SDM serta ditanggapi oleh Ghufron melalui email.

"Sehingga tidak benar adanya indikasi penyembunyian informasi mengenai TWK," ujar Harjono.

Dugaan keempat, Pimpinan dinilai membiarkan pelaksanaan asesmen yang diduga melanggar hak kebebasan beragama, berekspresi, dan hak bebas dari perlakuan diskriminasi dan kekerasan berbasis gender. Akan tetapi, Dewas berpendapat tidak ada pegawai yang menyatakan keberatannya mengenai materi pertanyaan dalam TWK.

Pimpinan KPK juga baru mengetahi dari media dan surat rekomendasi dari Komnas Perempuan atas laporan yang disampaikan pegawai terkait dugaan pelanggaran kebebasan beragama, berpendapat, dan hak bebas perlakuan diskriminasi dan kekerasan gender.

Dugaan kelima, Firli dianggap tidak jujur lantaran ia menyatakan TWK bukan masalah lulus atau tidak lulus pada rapat 5 Maret 2021. Dewas pun pernyataan Firli bukan sikap ketidakjujuran lantaran hasil TWK diputuskan oleh Badan Kepegawaian Negara (BKN).

Dugaan selanjutnya, pimpinan diduga telah meniatkan pemecatan pegawai yang tidak memenuhi syarat berdasarkan hasil TWK. Akan tetapi, Dewas menilai pimpinan KPK masih berupaya memperjuangkan seluruh pegawai KPK agar dapat diangkat menjadi ASN.

Dugaan ketujuh, pegawai menduga Surat Keputusan Nomor 652/2021 tidak mengindahkan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 70/PUU-XVII/2019. Namun, Dewas mengatakan pimpinan KPK masih mengupayakan pegawai yang tidak memenuhi syarat untuk diangkat menjadi ASN.

Reporter: Rizky Alika