Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) meluncurkan riset perdana yang memetakan lanskap media digital di Indonesia. Penelitian ini diperlukan sebagai data awal untuk menyusun langkah mengembangkan media online di Indonesia.
Riset yang didukung USAID dan Internews ini melibatkan 100 media online anggota AMSI. Dari jumlah tersebut 18% responden adalah media digital di Jakarta dan 82% berada di daerah.
Sebanyak 88,2% pengelola media merasa bahwa industri ini masih memiliki harapan ke depan. Sementara 79,7% pengelola media online di luar Jakarta juga merasakan hal yang sama, namun dengan inovasi.
“Ini adalah riset komprehensif pertama yang memotret kondisi media digital dan penting untuk merumuskan program peningkatan kapasitas pengelola media digital,” kata Sekretaris Jenderal AMSI Wahyu Dhyatmika dalam keterangan tertulis AMSI, Kamis (29/7).
Wahyu mengatakan meski transisi media digital tak terelakkan, namun masih banyak masalah yang terjadi di lapangan. Beberapa persoalan antara lain kapasitas manajemen bisnis, pemahaman jurnalisme hingga bagaimana menghasilkan produk berkualitas.
“Karena itu diperlukan intervensi program yang tepat untuk mengatasi kesenjangan antara gagasan dan realitas,” ujarnya.
Di kesempatan yang sama, Senior Rule of Law Government Relations Advisor USAID Dondy Setya mengatakan bahwa media hari ini memiliki kondisi yang cukup berat. Ini disumbang kehadiran media sosial yang mendominasi pendapatan iklan, adanya pemengaruh di media sosial, maraknya disinformasi, dan rendahnya literasi publik.
“Riset ini diharapkan memberi wawasan terbaru menjawab pertanyaan peran kritikal media ke depan, khususnya media di daerah,” kata Dondy.
Sedangkan Periset Utama tim ini yakni Ignatius Haryanto menyusun laporan dengan membagi hasil survei berdasarkan responden Jakarta dan luar Jakarta. Ini lantaran adanya perbedaan kondisi media di dua wilayah tersebut.
“Terdapat disparitas terkait kapasitas dan pemanfaatan teknologi yang masih cukup tinggi,” katanya.
Hasil Riset AMSI
Selain harapan, beberapa hasil survei AMSI adalah inovasi yang perlu dikembangkan untuk menjadikan media siber lebih sukses. Sebanyak 24,1% pengelola media digital di Jakarta mengaku mengembangkan lewat media sosial, 22% menjawab menggunakan teknologi baru untuk menyebarkan berita, dan 20,4% membangun sistem langgaran lewat dompet digital.
Sedangkan 28,3% pengelola media siber di luar Jakarta berinovasi dengan media sosial serta 23% menggunakan teknologi baru.
Selain itu, 25% responden di Jakarta mengatakan hanya 50% karyawannya yang memiliki kemampuan teknologi. Lalu ada 25% lainnya yang menyatakan 100% pekerjanya sudah melek teknologi. Sisanya menjawab baru 40% karyawannya yang memahami teknologi.
Sedangkan kondisi ini untuk media di luar Jakarta, 20,8% pengelola mengaku bahwa 50% karyawannya melek dengan teknologi, dan hanya 15,1% yang mengaku 80% karyawannya melek teknologi.
Untuk media siber di luar Jakarta, 20,5% pengelola menjawa 50% pekerjanya melek teknologi. Sedangkan 15,1% menjawab 80% karyawan paham penggunaan teknologi.
Terkait sumber dana, 42,1% pengelola media siber Jakarta menjawab pemodal mereka adalah pengusaha nasional. Sedangkan 26,3% menjawab pemodalnya adalah mandiri.
Lalu ada 21,1% pengelola yang memiliki modal dari pengusaha lokal. Sisanya menjawab mendapatkan dana dari lembaga donor untuk menjalankan operasional.
Sebaliknya, 66,2% responden media luar Jakarta menjawab modal mandiri menjadi andalan mereka menjalankan kerja redaksi. Sedangkan 21,5% menjawa didanai pengusaha lokal dan 10,8% adalah pengusaha nasional.