Pemerintah Andalkan SiLacak untuk Lacak Covid-19, Bagaimana Caranya?
Pemerintah menargetkan penelusuran kontak alias tracing Covid-19 meningkat hingga 15 orang penelusuran tiap 1 kasus konfirmasi atau 1:15. Untuk itu, mereka menggunakan aplikasi bernama SiLacak untuk mengejar target tersebut.
SiLacak merupakan aplikasi penguatan tracing alias penelusuran dalam penanganan Covid-19. Aplikasi ini digunakan oleh petugas untuk melaksanakan pelacakan secara terintegrasi.
"Ya, (menggunakan SiLacak) dan dikombinasi dengan InaRisk," kata Ketua Bidang Penanganan Kesehatan Satgas Covid-19 Alexander Ginting saat dihubungi Katadata.co.id, Rabu (4/8).
Sementara, InaRisk merupakan aplikasi berisikan informasi tingkat bahaya suatu wilayah. Aplikasi itu juga dapat mendeteksi kadar gangguan Covid-19 sehingga bisa memudahkan petugas untuk melakukan tracing.
Juru Bicara Menteri Koordinator (Menko) Bidang Kemaritiman dan Investasi Jodi Mahardi mengatakan, SiLacak digunakan untuk memantau pelaksanaan proses tracing. "Untuk optimalisasi petugas, dilakukan pelatihan pada minggu ini sehingga lebih siap di minggu depan," kata dia.
Selain itu, petugas akan dilatih untuk memasukan data ke dalam SiLacak agar proses dapat berjalan lancar. Kementerian Kesehatan pun telah menyederhanakan proses input data pada sistem aplikasi tersebut sehingga tidak sesulit sebelumnya.
Untuk memperkuat tracing, pemerintah menggelar pertemuan dengan mengundang guru besar, dokter, ahli wabah, pengamat ekonomi, hingga perwakilan mahasiswa pada Selasa (3/8). Epidemiolog dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Iwan Ariawan menjadi salah satu peserta yang hadir dalam pertemuan tersebut.
Dalam rapat tersebut, ia mengusulkan pemerintah untuk memonitor kinerja tracing setiap minggu. Untuk itu, pemantauan dilakukan melalui aplikasi SiLacak.
"Jadi Pak Luhut (Menko Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan) akan melihat dari SiLacak, berapa perkembangan angkanya. Jadi bukan laporan kertas, dia harus ada di aplikasi itu," ujar Iwan.
Aplikasi tersebut hanya digunakan oleh petugas yang menelusuri kontak erat alias tracer. Nantinya setiap ada temuan kasus positif Covid-19, data orang tersebut dikirimkan kepada koordinator tim melalui pesan singkat WhatsApp.
Selanjutnya, koordinator akan membagi tugas kepada para tracer untuk menanyakan kontak erat dari kasus tersebut. Bila tidak direspons, petugas akan langsung mendatangi tempat tinggal pasien positif tersebut.
Penelusur lalu akan meminta data kontak erat pada setiap kasus positif dan akan dimasukan dalam aplikasi SiLacak. Tak hanya itu, dengan aplikasi ini, pemerintah pusat bisa memantau kabupaten yang memiliki kinerja pelacakannya minim. "Jadi tahu siapa saja di-tracing dan karena siapa yang positif," ujar Iwan.
Selain aplikasi, pemerintah juga telah menambah kapasitas petugas dengan melibatkan TNI, Polri, Satpol PP, dan relawan. Selain itu, pendanaan yang meliputi honor bagi para petugas juga telah disiapkan.
Tak hanya itu, pemerintah telah menyiapkan petugas yang berfungsi membawa kontak erat ke puskesmas. Nantinya, kontak tersebut akan dites menggunakan antigen yang telah berstandar Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). "Karena kalau PCR tidak mungkin, kita akan kewalahan semua," ujar dia.
Iwan mengatakan penggunaan aplikasi itu bisa efektif untuk mengendalikan wabah. Ia menyampaikan, selama satu pekan penggunaan SiLacak, angka tracing sudah membaik menjadi 1:6.
Meski begitu, masih ada tantangan yang harus diwaspadai oleh pemerintah. Ini karena masih ada masyarakat yang enggan dilacak lantaran ada stigma negatif Covid-19.
Untuk itu, pemerintah perlu melakukan edukasi kepada masyarakat terkait manfaat tracing. "Sebab kalau ada kasus positif, tapi tidak mau beri tahu atau berbohong, kan susah melakukan tracing," katanya.
Iwan mengatakan peningkatan angka penelusuran kasus jadi hal yang penting lantaran pemerintah tidak bisa terus menerus menerapkan PPKM level 4. Di sisi lain, pelonggaran pembatasan bisa berdampak pada peningkatan kasus Covid-19.
Untuk itu, tracing perlu dilakukan setidaknya kurang dari tiga hari sejak kasus positif ditemukan. Dengan demikian, risiko penularan yang tinggi saat pelonggaran PPKM bisa digantikan dengan peningkatan kontak erat bisa menjalani tes.
"Tapi begitu masyarakat di-tracing, langsung isolasi. Begitu idenya, sambil tunggu capaian vaksinasi naik," ujar dia.