Pertamina Geothermal Energy (PGE) yang saat ini mengoperasikan pembangkit listrik hijau dengan kapasitas panas bumi terpasang sebesar 672 Megawatt, telah mampu menyumbangkan pengurangan emisi karbon yang besar. Yaitu, mencapai 4 juta ton emisi CO2 per tahun. Hal itu dikemukakan oleh Presiden Direktur Pertamina Geothermal Energy, Ahmad Yuniarto dalam acara webinar Katadata SAFE 2021 Rabu (25/8/2021).
Ia menambahkan, bahwa PGE sebagai salah satu pelaku di sektor panas bumi utama di Indonesia, pada 2030 akan mengembangkan pembangkit listrik dengan kapasitas 1,5 Gigawatt terpasang. “Dengan kapasitas 1,5 Gigawatt terpasang, maka kami bisa memberikan kontribusi potensi pengurangan emisi karbon sebesar 9 juta ton per tahun,” kata Yuniarto.
Apalagi, PGE memiliki hutan di wilayah kerjanya yang harus dijaga, dan juga punya kewajiban untuk menghutankan kembali area yang telah dieksploitasi untuk kebutuhan pembangkitan energi. Kelestarian hutan ini akan menambah kemampuan wilayahnya untuk mengabsorbsi emisi karbon sehingga totalitasnya akan memberikan sektor panas bumi kemampuan untuk membantu mengurangi emisi karbon di Indonesia dengan jumlah yang sangat signifikan.
Selain mengurangi emisi karbon, terkait dengan upaya akselerasi transisi energi menuju energi baru dan terbarukan, peran utama sektor panas bumi adalah sebagai pemasok sumber energi hijau, yang dimanfaatkan secara tidak langsung untuk membangkitkan energi listrik, yang bersih.
Yuniarto juga menekankan bahwa panas bumi adalah salah satu contoh nyata dari sumber daya energi asli di Indonesia yang punya jejak karbon sangat rendah. Sumber daya ini mau tidak mau pemanfaatannya harus dilakukan secara lokal, karena panas bumi ini tidak bisa diekspor. Untuk itu, sudah sepantasnya potensi panas bumi Indonesia yang mencapai 40 persen dari total potensi panas bumi di dunia ini, harus dimanfaatkan sebesar-besarnya. “Semakin besar pemanfaatan energi panas bumi, juga akan semakin menguatkan ketahanan energi Indonesia, karena kita tidak tergantung dengan impor,”ujar dia.
Lebih jauh lagi, menurut Yuniarto, secara tidak langsung sektor panas bumi juga bisa membantu percepatan transisi energi dan percepatan dekarbonisasi. Yaitu, ketika listrik dari panas bumi yang jelas-jelas merupakan listrik yang dihasilkan dengan jejak karbon yang sangat rendah ini, digunakan oleh sektor-sektor energi yang emisi karbonnya tinggi. “Ini bisa membantu target Indonesia untuk mencapai Net Zero Emission di tahun 2060,” ujar dia.
Sektor panas bumi juga bisa dimanfaatkan untuk wisata. Biasanya, wilayah kerja panas bumi selalu berlokasi di wilayah dengan alam yang sangat indah, sehingga bisa dikemas menjadi wilayah Eco-edu Tourism. Wisata yang hijau, sustainable, dan pada saat yang sama juga bisa memberikan edukasi mengenai energi yang ramah lingkungan.