DPR Sepakat Akan Bahas RUU MLA Criminal Matters di Rapat Paripurna

ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto/foc.
Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly mengikuti rapat kerja dengan Komisi III DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (9/6/2021). Rapat tersebut membahas rencana kerja bidang legislasi tahun 2021, evaluasi terhadap pelaksanaan rencana prioritas kerja Kementerian Hukum dan HAM tahun 2021 di bidang pemasyarakatan dan keimigrasian.
6/9/2021, 17.03 WIB

Komisi III DPR RI akan membawa Rancangan Undang-Undang tentang Pengesahan Perjanjian antara Indonesia-Rusia terkait Bantuan Hukum Timbal Balik dalam Masalah Pidana (MLA Criminal Matters) ke dalam Rapat Paripurna DPR dalam pengambilan keputusan Tingkat II.

Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara Komisi III dan Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham), anggota legislatif kompak menyetujui untuk membahas RUU tersebut lebih lanjut di rapat paripurna. Hal ini diputuskan setelah Panja selesai membahas Daftar Inventarisir Masalah (DIM) dari masing-masih fraksi. 

"Pada akhirnya Panja menyetujui secara keseluruhan naskah RUU tentang Bantuan Hukum Timbal Balik Indonesia-Rusia untuk dapat dapat disetujui dalam rapat Komisi III DPR," ujar Wakil Ketua Komisi III DPR RI Adies Kadir, Senin (9/3). 

Menkumham Yasonna Laoly mengapresiasi kesepakatan untuk melanjutkan pembahasan RUU MLA in Criminal Matters ke rapat paripurna. Ia menegaskan keberadaan peraturan ini penting untuk memudahkan penegakkan hukum antara dua negara.

"Sekarang dunia teknologi yang semakin membuat dunia mudah terkoneksi dan kejahatan semakin banyak tipenya, kejahatan dalam bidang cyber crime, termasuk pendanaan terorisme, money laundering, ini akan memudahkan kerja sama hukum di antara dua negara," ucapnya.

Yasonna berharap RUU ini bisa membantu pemerintah Rusia dan Indonesia memberantas tindak pidana transnasional terutama dalam hal kejahatan siber, narkotika, korupsi, perpajakan, terorisme, dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

Menurutnya, dengan adanya perjanjian kerjasama hukum antara Indonesia-Rusia, maka penegakan hukum akan semakin meningkat dengan landasan hukum yang makin kokoh. Hal ini penting sebab para pelaku kejahatan lintas negara sering memanfaatkan celah dan perbedaan sistem hukum seperti keterbatasan yurisdiksi suatu negara. Kolaborasi antara dua negara dipercaya bisa menjadi alat penting untuk menjawab keterbatasan tersebut.

Sebelumnya, Pemerintah Indonesia sudah menandatangani perjanjian kerjasama bantuan hukum timbal balik dengan Pemerintah Rusia pada 13 Desember 2019. Kemenkumham lantas segera menyusun naskah akademik RUU pengesahan pada 2020 dan mengajukannya ke DPR RI. 

Indonesia dan Rusia sendiri memiliki sejarah panjang dalam hubungan internasional. Tahun ini tepat 71 tahun hubungan diplomatik kedua negara telah berlangsung. Mengutip dari naskah akademik RUU Criminal Matters, sebanyak 40.420 orang Rusia berkunjung ke Indonesia pada 2019, naik enam kali lipat dari tahun sebelumnya.

Pada 2016, Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Republik Indonesia dan Sekretariat Dewan Keamanan Federasi Rusia menyepakati komitmen politik untuk menerapkan langkah-langkah kerjasama yang mencakup beberapa bidang keamanan maritim, terorisme, keamanan siber, narkotika, dan penanggulangan bencana. 

Selain Rusia, saat ini Indonesia sudah menjalin bantuan hukum timbal balik dengan beberapa negara seperti Australia, China, Vietnam, Swiss, Korea Selatan.