Mengenal Siklus Air dan Proses Terjadinya Hujan Miliaran Tahun

ANTARA FOTO/Adiwinata Solihin/aww.
Seorang pengendara motor menerjang hujan deras yang mengguyur Kota Gorontalo, Gorontalo, Kamis (15/4/2021). Pemerintah Provinsi Gorotalo mengimbau warga untuk mengantisipasi potensi terjadinya badai Siklon Tropis Surigae yang menurut prediksi BMKG dapat menyebabkan gelombang tinggi mencapai satu hingga dua meter di perairan utara Gorontalo, serta potensi hujan lebat di sejumlah wilayah.
Editor: Intan
5/10/2021, 22.00 WIB

Saat ini isu lingkungan sedang menjadi pembicaraan hangat di masyarakat dan dunia. Salah satu elemen lingkungan yang juga kerap menjadi sorotan yakni air. Air memiliki siklus tersendiri.

Dikutip dari situs Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Sumber.belajar.kemdikbud.go.id, siklus air atau yang sering disebut dengan siklus hidrologi, merupakan sirkulasi air yang tidak pernah berhenti dari atmosfer ke bumi dan kembali ke atmosfer melalui proses kondensasi, presipitasi, evaporasi dan transpirasi.

Secara terpisah, hidrologi dapat diartikan sebagai bidang ilmu yang berkaitan dengan siklus air, berkaitan dengan asal, distribusi, dan sifat air. Bila menggunakan sudut pandang yang luas, maka dapat disimpulkan bahwa ilmu meteorologi dan oseanografi menggambarkan bagian dari rangkaian proses fisik global yang melibatkan air.

Lebih jauh, ilmu hidrologi juga membahasa ilmu sains lainnya yang berkenaan dengan teknik-teknik ilmiah, menggunakan sumber pengetahuan dari matematika, fisika, kimia, teknik, geologi dan biologi. Konsep-konsep dasar yang diterapkan diantaranya ilmu meteorologi, klimatologi, oseanografi, geografi, geologi, glasiologi, limnologi, ekologi, biologi, agronomi, kehutanan dan beberapa ilmu lain dengan spesialisasi pada aspek fisik, kimia dan biologi.

Secara gambaran, siklus air atau hidrologi menunjukkan pergerakan molekul air dari permukaan bumi ke atmosfer dan kembali lagi. Dalam klausul tata surya, energi matahari memiliki peran sangat besar dalam siklus yang terjadi secara terus-menerus.

Pada saat terjadi penguapan, yaitu ketika air berubah dari cair menjadi gas (dari samudera, lautan, dan badan air lainnya) sekitar 90% kelembaban terbentuk di atmosfer. Adapun 10% sisanya dilepaskan oleh tumbuhan dalam bentuk transpirasi. 

Tumbuhan menyerap air dari dalam tanah, kemudian memanfaatkannya dalam proses fotosintesis, kemudian melakukan transpirasi. Sebagian kecil uap masuk ke atmosfer melalui sublimasi, yaitu secara langsung air berubah dari padat (es atau salju) menjadi gas.

Salju yang menyusut tersebut timbul diakibatkan oleh sublimasi. Penguapan dari lautan memberikan kontribusi utama dalam pergerakan siklus hidrologi. Penguapan, transpirasi, dan sublimasi serta emisi vulkanik mendukung dalam proses hidrologi. Setelah air berada pada atmosfer yang rendah, arus udara akan naik ke atas pada udara yang cenderung lebih sejuk, udara yang dingin, membuat uap air cenderung membentuk awan dan tetesannya dapat menghasilkan presipitasi (hujan, salju, hujan es, hujan beku).

Ketika curah hujan jatuh di atas permukaan tanah, maka siklus awal dimulai kembali. Sebagian air akan meresap ke tanah, beberapa akan mengalir ke sungai, dan tembus ke lautan. Siklus ini akan berlanjut terus menerus, air hasil dari siklus hidrologi dimanfaatkan manusia dalam berbagai kebutuhan mulai dari minum, mencuci, hingga pertanian.

Dalam hal ini, pemanasan air laut oleh sinar matahari merupakan kunci utama proses siklus hidrologi agar dapat berjalan secara terus menerus. Air berevaporasi, kemudian jatuh sebagai presipitasi dalam bentuk hujan, salju, hujan es dan salju (sleet), hujan gerimis atau kabut.

Presipitasi merupakan komponen penting mengenai bagaimana air bergerak dan bersiklus. Komponen tersebut juga menghubungkan laut daratan dan atmosfer, mengetahui di mana curah hujan turun. Salju atau hujan es juga memudahkan para ilmuan memahami dampak hujan pada lingkungan, seperti aliran sungai, limpasan permukaan dan air tanah.

Air yang jatuh ke permukaan bumi terkumpul di sungai dan danau, kemudian jatuh ke lapisan batuan berpori dan sebagian besar mengalir kembali ke lautan. Pada perjalanannya, beberapa presipitasi dapat berevaporasi kembali ke atas atau langsung jatuh, kemudian diintersepsi oleh tanaman sebelum mencapai tanah.

Sejarah Siklus Air

Dikutip dari Majalah National Geographic, perputaran siklus air bumi dimulai sekitar 3,8 miliar tahun  lalu. Hal itu dimulai saat hujan turun di bumi dan membentuk lautan. Air hujan terbentuk dari uap air yang keluar dari magma cair di inti bumi. Selanjutnya, energi matahari membantu menggerakkan siklus air dan gravitasi bumi mencegah air di atmosfer lepas dari bumi.

Dari proses siklus itu, menghasilkan sekitar 1,4 miliar km3 air (335 juta mi3 air) di bumi. Itu termasuk air laut, danau, dan sungai, yang mencakup air membeku seperti gletser, salju serta air tanah dan air di bebatuan, begitu juga dengan air di atmosfer berupa awan dan uap.

Jangan salah, meskipun dalam sejarahnya rotasi siklus air sudah dimulai semenjak miliaran tahun lalu, airnya tetap sama dan tetap eksis. Sehingga bisa disimpulkan air yang ada di bumi sekarang ini adalah air yang sama dengan yang ada di bumi sejak awal karena adanya siklus air. Siklus air menyirkulasi ulang air, sehingga terbentuk awan dan terjadi presipitasi.