Hati-hati, Asosiasi Akui Banyak Lab Dadakan Tawarkan Tes PCR

ANTARA FOTO/ Reno Esnir/foc.
Warga melakukan tes usap dengan sistem Polymerase Chain Reaction (PCR) di Genomik Solidaritas Indonesia Laboratorium, Jakarta, Kamis (28/10/2021). Pemerintah melalui Kemenkes menetapkan tarif tertinggi harga pemeriksaan PCR untuk mendeteksi COVID-19 menjadi Rp275 ribu di Jawa-Bali dan Rp300 ribu untuk luar Jawa dan Bali.
Penulis: Maesaroh
2/11/2021, 16.38 WIB

Diakui Randy, penurunan tes PCR bisa berdampak kepada kualitas tes  karena laboratorium bisa berpindah kepada teknologi lama untuk menekan biaya. 

Akibatnya, akurasi mungkin tidak sebagus dengan teknologi baru yang lebih mahal biayanya.

Randy menjelaskan komponen terbesar dalam pembentukan harga tes PCR adalah alat kesehatannya termasuk cairan reagen, alat pelindung diri,  masker, dan gaji petugas.

"Biaya tersebut sekitar 50-60%. Untuk menekan biaya, laboratorium mungkin mengurangi tenaga kerja,"tuturnya.

 Dia berharap pemerintah memberikan tarif yang beragam untuk tes PCR untuk memungkinkan pelaku bisnis menyediakan teknologi yang memadai. Juga, menghindari praktis yang merugikan konsumen.

Sebagai informasi, pada Senin (1/11), pemerintah pada Senin (1/11) mengumumkan jika penumpang pesawat udara tujuan Jawa-Bali tidak lagi diwajibkan untuk melakukan tes PCR sebagai syarat perjalanan.

Padahal, kewajiban tes PCR untuk penumpang pesawat baru diumumkan pada 24 Oktober.

Kendati menghapus kewajiban PCR bagi pesawat penumpang, pemerintah melalui Kementerian Perhubungan mewajibkan pelaku perjalanan jauh dengan moda transportasi darat dan penyeberangan dengan ketentuan jarak minimal 250 kilometer atau waktu perjalanan 4 jam dari dan ke Pulau Jawa dan Bali, wajib menunjukkan hasil tes PCR/Antigen.

 Berubah-ubahnya kebijakan pemerintah terkait tes PCR inilah yang kemudian dicurigai banyak pihak. 

Koalisi Masyarakat Sipil untuk Kesehatan dan Keadilan. Mereka menuntut pemerintah untuk membuka secara jelas arah dari kebijakan PCR serta perputaran bisnis tes PCR. 

Mereka menduga kewajiban tes Antigen/PCR dengan dibarengi penurunan harga merupakan upaya perusahaan untuk menghabiskan stok cairan reagen yang dipakai untuk tes PCR.

Sejumlah nama besar ikut terseret dalam perputaran bisnis PCR, termasuk Menteri BUMN Erick Thohir. 

Melalui PT Genomik Solidaritas Indonesia (GSI), Erick dituduh memainkan bisnis tes PCR.  Namun,  Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga menganggap tuduhan itu tendensius.

 "Sampai kemarin tes PCR itu mencapai 28,4 juta di seluruh Indonesia.  Sementara PT GSI yang dikaitkan dengan Pak Erick itu tes PCR yang dilakukan sebanyak 700 ribu. Jadi bisa dikatakan hanya 2,5% dari total tes PCR," tutur Arya.

Arya menambahkan yayasan Adaro yang diketahui sebagai salah satu pemegang saham PT GSI adalah yayasan kemanusiaan dan memiliki  saham 6% pada perusahaan tersebut.

Seperti diketahui, yayasan Adaro didirikan oleh PT Adaro Energy yang  dipimpin kakak Erick, Garibaldi.

"Pak Erick Thohir sejak jadi menteri tidak aktif lagi aktif di urusan bisnis dan di urusan yayasan seperti itu. Jadi sangat jauh lah dari keterlibatan atau dikaitkan dengan Pak Erick Thohir,"tambahnya.

Halaman: