Indonesia Corruption Watch (ICW) mengkritik putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta yang memvonis mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo sembilan tahun penjara.
Peneliti ICW Kurnia Ramadhana mengatakan hukuman sembilan tahun penjara belum cukup karena Edhy dinilai telah melakukan tindakan korupsi saat menjadi sebagai pejabat publik. Kemudian, korupsi benih lobster yang dilakukan Edhy terjadi pada pandemi Covid-19. Selain itu, hingga proses banding Edhy tidak juga mengakui perbuatannya.
Kurnia menilai hukuman Edhy harus dinaikkan menjadi 20 tahun penjara dengan kenaikan denda menjadi Rp 1 miliar. Selain itu, hak politik Edhy juga harus dicabut selama 5 tahun.
"Putusan banding ini, selain mengonfirmasi kekeliruan putusan tingkat pertama, juga menggambarkan betapa rendahnya tuntutan yang dilayangkan jaksa KPK terhadap Edhy Prabowo," ujar Kurnia melalui keterangan resmi yang diterima Katadata pada Jumat (12/11).
Seperti dikutip dalam laman Direktori Putusan Mahkamah Agung, Edhy divonis pidana selama sembilan tahun dengan denda sebesar Rp 400 juta subsider enam bulan penjara. Hak politik Edhy juga dicabut selama 3 tahun terhitung sejak selesai menjalani pidana pokoknya.
Dalam putusan Pengadilan Tinggi Jakarta, Edhy juga dihukum untuk membayar uang pengganti sejumlah Rp 9,6 miliar dan US$ 77.000 dengan memperhitungkan uang yang telah dikembalikan oleh Edhy.
Jika tidak membayar dalam kurun waktu satu bulan setelah putusan pengadilan, maka aset Edhy akan disita dan dilelang oleh jaksa untuk menutupi uang pengganti tersebut. Edhy juga akan dipenjara selama tiga tahun jika nilai asetnya tidak dapat menutupi uang pengganti.
Vonis ini lebih tinggi dari putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi yang memvonis politisi Gerindra itu lima tahun penjara. Dia terbukti menerima suap US$ 77.000 dan Rp 24,6 juta dari pengusaha untuk memuluskan ekspor benih lobster pada 15 Juli lalu.
Edhy terbukti melanggar Pasal 12 huruf a UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 65 ayat 1 KUHP.
Kurnia melanjutkan, Komisi Yudisial harus mengawasi proses persidangan jika ternyata Edhy mengajukan kasasi. "Jangan sampai putusan kasasi nanti meringankan kembali hukuman Edhy Prabowo dengan alasan yang mengada-ngada," katanya.