Perputaran Uang dari Penangkapan Ikan Terukur Ditarget Rp 281 Triliun

ANTARA FOTO / Irwansyah Putra/hp.
Pekerja membongkar muat ikan tuna kualitas ekspor hasil tangkapan nelayan di tempat pendaratan ikan Ulee Lheu, Banda Aceh, Aceh, Minggu (21/11/2021).
23/11/2021, 15.27 WIB

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) akan menerapkan sistem penangkapan ikan terukur berdasarkan kuota pada 2022 mendatang.  Kebijakan tersebut diharapkan bisa mendorong perputaran uang hingga Rp 281 triliun per tahun.

Dalam konsep penangkapan ikan terukur yang berbasis kuota, akan dibagi zona-zona wilayah penangkapan di seluruh Indonesia. Saat ini, potensi perikanan di Indonesia kurang lebih sekitar 12 juta ton ikan dari berbagai jenis.

Penangkapan terukur ini akan berbasis tiga kuota yakni untuk industri atau komersial, untuk nelayan tradisional dan untuk hobi atau non komersial yang diatur berdasarkan zona penangkapan. 

Penangkapan ini juga dibagi dalam tiga zona, ada zona industri, zona untuk nelayan tradisional, kemudian zona untuk wilayah perikanan beranak pinak.

 Menteri KKP Sakti Wahyu Trenggono menargetkan perputaran uang dari kebijakan penangkapan ikan terukur mencapai Rp 281 triliun per tahun dan akan menyerap tenaga kerja di sektor kelautan dan perikanan serta distribusi pertumbuhan daerah.

"Akan ada perputaran uang yang sangat besar, yaitu Rp 281,36 triliun per tahun dengan penerapan penangkapan terukur yang berbasis kuota ini," kata Trenggono dalam Economic Outlook 2022, Selasa (23/11).

Ia menjelaskan, ada empat zona penangkapan komersil atau industri dengan total kuota mencapai 4,89 juta ton per tahun, dengan nilai Rp 120,6 triliun.

Adapun, empat zona penangkapan komersil Zona 01 (Wilayah Pengelola Perikanan/WPP 711) yang meliputi Laut Natuna dan Natuna Utara.

  Di zona tersebut, kuota yang tersedia sebanyak 473 ribu ton per tahun dengan nilai mencapai Rp 13,1 triliun per tahun.

Selanjutnya, Zona 02 (WPP 716, WPP 717) yang meliputi Laut Sulawesi dan Samudera Pasifik. Di zona tersebut, kuota yang tersedia sebanyak 738 ribu ton per tahun, dengan nilai mencapai Rp 15,8 triliun per tahun.

"Kemudian, Zona 03 (WPP 715, WPP 718), ini adalah Laut Aru yang paling besar. Ada Rp 46 triliun nilai produktivitasnya disitu, dengan kuota sebanyak 2,2 juta ton," kata dia.

Lalu, zona terakhir yakni Zona 04 (WPP 572, WPP 573) yang mencakup Samudera Hindia, meliputi Aceh hingga Kupang.

Di zona tersebut, kuota yang tersedia sebanyak 1,4 juta ton per tahun, dengan nilai mencapai Rp 35,18 triliun per tahun.

Adapun, kuota akan ditentukan berdasarkan kajian Komisi Nasional Pengkajian Sumber Daya Ikan (Komnas Kajiskan) dan disahkan Menteri KKP setiap dua tahun sekali.

 Sebelumnya, ia mengatakan Indonesia hingga saat ini termasuk dalam satu dari tiga negara di dunia yang masih menerapkan kebijakan penangkapan ikan bebas. Dua negara lainnya adalah Filipina dan Vietnam.

Ia berharap, kebijakan ini berlangsung dengan baik. Adapun persiapan yang dilakukan di antaranya dengan mengajak investor dari beberapa negara seperti Cina, Jepang, Taiwan, dan Eropa.

"Kita berharap apabila ini berjalan dengan baik, maka devisa dari sektor perikanan akan meningkat. Perhitungan kami, di 2024 bisa tiga kali dari 2020, mudah-mudahan mencapai US$ 15 miliar," kata dia.

Reporter: Cahya Puteri Abdi Rabbi