Sejarah Demokrasi Liberal di Indonesia Serta Pengertian dan Cirinya

Katadata
Demokrasi Liberal di Indonesia
Editor: Intan
15/12/2021, 15.20 WIB

Demokrasi adalah sebuah sistem untuk tatanan aktivitas masyarakat dan negara. Sistem pemerintahan demokrasi ini menganut kedaulatan di tangan rakyat, kekuasaan tertinggi berada dalam keputusan rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.

Di Indonesia, terjadi beberapa kali perubahan sistem politik seperti demokrasi Pancasila, demokrasi konstitusional (demokrasi liberal), dan demokrasi terpimpin. 

Tahun 1950-1959, Indonesia menganut sistem demokrasi liberal dan sistem pemerintahannya adalah kabinet parlementer. Pemilu yang diadakan tahun 1955, memunculkan partai politik baru dan pergantian kabinet sebanyak 7 kali.

Pengertian Demokrasi Liberal

Demokrasi liberal adalah suatu demokrasi yang menempatkan badan legislatif lebih tinggi dari badan eksekutif. Jadi kepala pemerintahan dipimpin oleh perdana menteri.

Sementara perdana menteri dan menteri dalam kabinet bisa diangkat dan diberhentikan oleh parlemen. Presiden menjabat sebagai kepala negara dalam demokrasi parlementer.

Demokrasi liberal memakai sistem politik demokrasi yang menjunjung tinggi persamaan di bidang politik. Demokrasi ini mengedepankan kebebasan dan individualisme.

Jadi, dalam demokrasi liberal berupaya mengurangi kesenjangan dalam bidang ekonomi. Selain itu, rakyat dianggap mempunyai derajat dan hak yang sama.

Ciri Ciri Demokrasi Liberal

Ciri khas demokrasi liberal yaitu kekuasaan pemerintah dibatasi konstitusi, sehingga tidak diperkenankan campur tangan dan bertindak sewenang pada rakyat. Contoh demokrasi liberal yaitu munculnya partai politik baru sebelum pemilu diadakan.

  1. Presiden dan wakil presiden tidak dapat diganggu gugat
  2. Menteri bertanggung jawab atas kebijakan pemerintah
  3. Presiden bisa dan berhak membubarkan DPR
  4. Perdana menteri diangkat oleh presiden

Peristiwa Demokrasi Liberal

Demokrasi Liberal di Indonesia terjadi dari tahun 1950 sampai 1959. Ada tujuh kabinet dalam demokrasi parlementer yaitu kabinet Natsir, Kabinet Sukiman, kabinet Wilopo, kabinet Ali Sastroamijoyo, kabinet Burhanuddin Harahap, kabinet Ali Sastroamijoyo II, dan kabinet Djuanda.

Berikut penjelasan tentang kabinet yang menganut sistem demokrasi liberal:

  • Kabinet Natsir (6 September 1950-21 Maret 1951)

Mengutip dari buku Sejarah Indonesia kelas XII, kabinet Natsir dilantik pada 7 September 1950. Mohammad Natsir dari partai Masyumi terpilih sebagai perdana menteri.

Selama masa pemerintahan kabinet Natsir, ada keberhasilan yang diraih yaitu Indonesia masuk PBB, berlangsungnya perundingan antara Indonesia dan Belanda untuk pertama kali membahas mengenai masalah Irian Barat, dan menetapkan prinsip bebas aktif dalam kebijakan politik luar negeri.

  • Kabinet Sukiman (27 April 1951-3 April 1952)

Kabinet Sukiman terbentuk dari koalisi partai Masyumi dan PNI. Masa pemerintah kabinet Sukiman ini mulai muncul pemberontakan DI/TII dan meluasnya republik Maluku Selatan.

Berakhirnya kabinet Sukiman karena tanda tangan persetujuan bantuan ekonomi persenjataan dari Amerika Serikat. Persetujuan ini menimbulkan pertentangan dengan prinsip dasar politik Indonesia yang bebas aktif.

  • Kabinet Wilopo (3 April 1952- 3 Juni 1953)

Awalnya Presiden Soekarno menunjuk Sidik Djojosukarto (PNI) dan Prawoto Mangkusasmito (Masyumi) menjadi formatur tapi gagal. Setelah bekerja selama dua minggu, akhirnya dibentuk kabinet baru dibawah pimpinan Perdana Menteri Wilopo.

Kabinet ini menjalankan program dalam negeri seperti pemilu (DPR dan DPRD), meningkatkan kemakmuran, pendidikan, dan pemulihan keamanan.

Sedangkan program luar negeri, kabinet ini berusaha menyelesaikan masalah hubungan Indonesia dengan Belanda, pengembalian Irian Barat ke Indonesia, dan menjalankan politik bebas aktif.

Namun, pada 2 Juni 1953 Wilopo mengembalikan mandat pada presiden. Penyebabnya karena muncul mosi tidak percaya dari Serikat Tani Indonesia pada kabinet ini.

  • Kabinet Ali Sastroamijoyo I (31 Juli 1953-12 Agustus 1955)

Kabinet ini dibentuk pada 30 Juli 1953 dikenal sebagai kabinet Ali Wongso. Kabinet Ali Sastroamijoyo I berhasil menyelenggarakan konferensi Asia-Afrika tahun 1955 dan persiapkan pemilu untuk anggota parlemen.

Berakhirnya kabinet ini karena NU menarik dukungan dan menteri dari kabinet. Sehingga terjadi keretakan sampai kabinet dikembalikan pada presiden.

  • Kabinet Burhanudin Harahap (12 Agustus 1955- 3 Maret 1956)

Kabinet ini dilantik pada 12 Agustus 1955 yang dipimpin oleh Burhanuddin Harahap. Keberhasilan kabinet yaitu menyelenggarakan pemilu pertama secara demokratis pada 29 September dan 15 Desember 1955.

Dari hasil pemilu pertama, ada 70 partai politik yang mendaftar dan 27 partai lolos seleksi. Perolehan suara terbanyak partai politik yaitu PNI, NU, Masyumi, dan PKI.

  • Kabinet Ali Sastroamijoyo II (20 Maret 1956-4 Maret 1957)

Mengutip dari Kemdikbud.go.id, program kabinet Ali Sastroamijoyo II memperjuangkan pengembalian Irian Barat dan membatalkan Konferensi Meja Bundar (KMB). Dari perjanjian ini, Belanda dianggap lebih menguntungkan daripada Indonesia.

  • Kabinet Djuanda (9 April 1957-5 Juli 1959)

Kabinet Djuanda merupakan kabinet terakhir demokrasi parlementer. Kabinet ini menghasilkan perjuangan pembebasan Irian Barat dan keadaan ekonomi yang memburuk.

Kabinet Djuanda menghasilkan peraturan yaitu wilayah Indonesia menjadi 12 mil laut. Aturan ini diukur dari garis dari yang menghubungkan titik terluar dari pulau.

Setelah itu kabinet Djuanda dibubarkan karena dianggap mementingkan partai politik daripada konstitusi. Kabinet berakhir setelah presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden pada 5 Juli 1959. Dekrit tersebut memulai sistem politik baru yaitu Demokrasi Terpimpin.