Laporan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menunjukkan modus penghimpunan dana terorisme di Indonesia pada 2021 berasal dari donasi pribadi, penyalahgunaan donasi yayasan, hingga dana badan usaha. Penggalangan donasi melalui media sosial marak sejak 2019.
Direktur Kerja Sama dan Humas PPATK Tuti Wahyuningsih mengatakan, ketiga modus atau karakteristik penghimpunan dana terorisme itu merupakan hasil pemantauan PPATK di sepanjang tahun 2021.
“Pada 2021 ini, memang itu ada tiga hal (modus) yang sangat mengemuka. Pertama, ada donasi dari pribadi, kemudian penyalahgunaan donasi yayasan, dan pendanaan dari badan usaha yang sah,” ujar Tuti saat menjadi narasumber dalam Podcast Kafe Toleransi bertajuk “PPATK Bongkar Modus Pendanaan Terorisme” dikutip Antara, Sabtu (18/12).
Sebelum itu, tepatnya pada 2015, penghimpunan dana terorisme di Indonesia cenderung melalui praktik kekerasan, termasuk perampokan.
“Pada 2015, masih cukup kental terkait pendanaan dengan kekerasan, seperti perampokan. Sudah ada juga melalui donasi yayasan,” katanya.
Namun, terjadi perubahan pola penghimpunan dana terorisme pada 2019, yakni dari semula perampokan menjadi penggalangan donasi melalui media sosial.
Meskipun telah mengetahui tiga modus penggalangan dana dan pola perubahannya, menurut Tuti, PPATK masih menghadapi sejumlah kendala dalam upaya menguak dan memutus aliran pendanaan terorisme.
Beberapa kendala yang dimaksud ialah modus penggalangan dana yang selalu berubah, termasuk nama donasi pribadi, yayasan, dan kegiatan usahanya.
Selain itu, sumbangan yayasan melalui kotak-kotak amal pun sulit untuk dilacak, bahkan selalu populer digunakan karena masyarakat Indonesia cenderung berjiwa sosial tinggi dan dermawan. “Kita itu sangat sosial dan masyarakat Indonesia cenderung generous (dermawan),” kata dia pula.