Ada Omicron, Asosiasi Dokter Beri Rekomendasi soal Sekolah Tatap Muka

Muhammad Zaenuddin|Katadata
Sejumlah siswa mengikuti kegiatan Pembelajaran Tatap Muka (PTM) perdana di Sekolah Dasar Negeri (SDN) Pondok Labu 14 Pagi, Cilandak, Jakarta Selatan, Senin, (30/8/2021).
Penulis: Desy Setyowati
3/1/2022, 08.44 WIB

Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) merilis rekomendasi terbaru terkait sekolah tatap muka. Ini berdasarkan pertimbangan risiko peningkatan kasus Covid-19 usai liburan dan hadirnya varian Omicron di Tanah Ai.

Ketua Umum IDAI dr Piprim Basarah Yanuarso, SpA(K) mengatakan, ada peningkatan kasus Covid-19 usai liburan. Bukan hanya orang dewasa yang terpapar, tetapi juga anak-anak.

Selain itu, virus corona varian Omicron sudah hadir di Indonesia. Berdasarkan data kasus di negara lain seperti Amerika Serikat (AS), Eropa, dan Afrika, ada peningkatan kasus Covid-19 pada anak dalam beberapa minggu terakhir.

Sebagian besar kasus dialami anak yang belum mendapat imunisasi Covid-19.

Sekjen IDAI dr. Hikari Ambara Sjakti, SpA(K) menambahkan, rekomendasi baru terkait Pembelajaran Tatap Muka (PTM)juga mempertimbangkan pentingnya proses pendidikan anak usia sekolah dan sudah diaplikasikannya beberapa inovasi metode pembelajaran oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

"IDAI mendukung pelaksanaan pembelajaran tatap muka. Tapi, pada waktu dan tempat yang tepat, karena keselamatan dan kesehatan anak adalah yang utama,” kata Hikari.

Ada lebih dari 10 rekomendasi IDAI bagi anak yang menjalani pembelajaran tatap muka, di antaranya:

  1. 100% guru dan petugas sekolah harus sudah mendapatkan vaksinasi Covid-19.
  2. Anak yang dapat masuk sekolah adalah yang sudah diimunisasi Cpvid-19 lengkap dua kali dan tanpa komorbid.
  3. Pihak sekolah tetap harus patuh pada protokol kesehatan, terutama penggunaan masker wajib untuk semua orang yang ada di lingkungan sekolah. Selain itu, menyediakan fasilitas cuci tangan, menjaga jarak, tidak makan bersamaan, memastikan sirkulasi udara terjaga, mengaktifkan sistem penapisan aktif per harinya untuk anak, guru, petugas sekolah dan keluarganya yang memiliki gejala suspek Covid-19.
  4. Untuk kategori anak usia 12 - 18 tahun, PTM dapat dilakukan 100% dalam kondisi tidak adanya peningkatan kasus Covid-19 dan tak ditemukan transmisi lokal Omicron di daerah tersebut.
  5. PTM dapat dilakukan metode hybrid yakni 50% tatap muka dan 50% dalam kondisi sebagai berikut: masih ditemukan kasus Covid-19 namun positivity rate di bawah 8%; ada transmisi lokal Omicron yang masih dapat dikendalikan; serta anak, guru, dan petugas sekolah sudah mendapatkan vaksinasi Covid-19 100%.
  6. Rekomendasi serupa diberikan untuk kategori anak usia 6- 11 tahun terkait PTM dengan metode tatap muka 100%. Pada metode hybrid, ada tambahan anjuran fasilitas luar ruangan (outdoor) seperti halaman sekolah, taman, pusat olahraga, ruang publik terpadu yang harus ramah anak.
  7. Untuk kategori anak usia di bawah 6 tahun, PTM belum dianjurkan sampai dinyatakan tidak ada kasus baru Covid-19 atau tak ada peningkatan kasus baru. 
  8. Pihak sekolah dan pemerintah memberikan kebebasan kepada orang tua dan keluarga untuk memilih pembelajaran tatap muka atau online, sehingga tidak boleh ada paksaan.
  9. Untuk anak yang memilih pembelajaran online, maka sekolah dan pemerintah harus menjamin ketersediaan proses pembelajaran.
  10. Keputusan buka atau tutup sekolah harus memperhatikan adanya kasus baru Covid-19 di sekolah atau tidak.
  11. IDAI mengimbau agar anak segera melengkapi imunisasi rutin anak usia 6 tahun ke atas.
  12. Anak dengan komorbiditas diharapkan berkonsultasi dulu dengan dokter spesialis anak. Komorbiditas anak meliputi penyakit seperti keganasan, diabetes melitus, penyakit ginjal kronik, penyakit autoimun, penyakit paru kronis, obesitas, hipertensi, dan lainnya.
  13. Anak dianggap sudah mendapatkan perlindungan dari imunisasi Covid-19 jika sudah mendapatkan dua dosis lengkap. Proteksi dinyatakan cukup setelah dua minggu pasca-penyuntikan imunisasi terakhir.

Untuk kategori usia di bawah 6 tahun, pihak sekolah diminta untuk memberikan pembelajaran sinkronisasi dan asinkronisasi dengan metode online. Selain itu, mengaktifkan keterlibatan orang tua di rumah dalam kegiatan outdoor.

Pihak sekolah dan orang tua juga perlu melakukan kegiatan kreatif seperti mengaktifkan permainan daerah di rumah, melakukan pembelajaran outdoor mandiri di tempat terbuka masing-masing keluarga dengan modul yang diarahkan sekolah seperti aktivitas berkebun, eksplorasi alam dan lain sebagainya.

Reporter: Antara