Kejaksaan Agung memeriksa tiga purnawirawan Tentara Nasional Indonesia (TNI) terkait kasus dugaan tindak pidana korupsi proyek pengadaan Satelit Slot Orbit 123 derajat Bujur Timur pada Kementerian Pertahanan (Kemenhan) periode 2015-2021.
Tiga saksi tersebut adalah Laksamana Madya TNI (Purn) berinisial AP selaku Mantan Direktur Jenderal Kekuatan Pertahanan Kemenhan, Laksamana Muda TNI (Purn) berinisial L selaku Mantan Kepala Badan Sarana Pertahanan Kemenhan, serta Laksamana Pertama TNI (Purn) berinisial L selaku Mantan Kepala Pusat Pengadaan pada Badan Sarana Pertahanan Kemenhan.
Laksamana Madya TNI (Purn) berinisial AP diperiksa terkait proses penyelamatan slot orbit 123 derajat Bujur Timur dan keikutsertaan dalam Operator Review Meeting (ORM XVII Pertama dan Kedua) di London. Ia juga diperiksa terkait kontrak sewa Satelit Floater dengan Avanti Communication Limited.
Sementara Laksamana Muda TNI (Purn) berinisial L dan Lakasamana Pertama TNI (Purn) berinisial L diperiksa terkait proses penyelamatan slot khusus kontrak pengadaan Satelit L-Band dengan Airbus.
"(Diperiksa terkait) pengadaan Ground Segment dengan Navayo maupun Jasan Konsultasi dengan Hogen Lovells, Détente, danTelesat," ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Leonard Eben Ezer Simanjuntak melalui keterangan resmi dikutip pada Selasa (8/2).
Pengusutan kasus dugaan korupsi dalam proyek satelit Kemenhan ini bermula dari laporan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD ke Kejaksaan belakangan ini.
Kasus ini bermula pada 19 Januari 2015 saat Satelit Garuda-1 keluar dari slot orbit 123 derajat Bujur Timur (BT) sehingga terjadi kekosongan pengelolaan oleh Indonesia. Kemenhan mengajukan diri untuk mengisi kekosongan pengelolaan slot orbit 123 derajat BT, guna membangun Satelit Komunikasi Pertahanan (Satkomhan).
Kemenhan kemudian membuat kontrak sewa Satelit Artemis yang merupakan floater (satelit sementara pengisi orbit) milik Avanti Communication Limited (Avanti), pada 6 Desember 2015. Adapun Kominfo menerbitkan persetujuan pada 29 Januari 2016 sehingga saat Kemenhan membuat kontrak satelit Avanti pada 2015, anggaran untuk membiayai sewa satelit belum turun.
"Kontrak-kontrak itu dilakukan untuk membuat satelit komunikasi pertahanan dengan nilai yang sangat besar padahal anggarannya belum ada," ujar Mahfud.
Untuk membangun Satkomhan, Kemhan juga menandatangani kontrak dengan Navayo, Airbus, Detente, Hogan Lovel, dan Telesat dalam kurun waktu tahun 2015-2016 meski anggaran belum tersedia. Sedangkan saat anggaran tersedia, Kemenhan telah melakukan self blocking.