Kementerian Ketenagakerjaan telah mengatur syarat pembayaran Jaminan Hari Tua atau JHT BPJS Ketenagakerjaan. Salah satu poin utama yang menjadi kontroversi adalah jaminan baru dapat dicairkan pekerja ketika masuk usia pensiun yakni 56 tahun.
Lalu bagaimana persyaratan bagi pekerja yang telah meninggal sebelum usia tersebut?
Dalam Pasal 8 Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 2 Tahun 2022, JHT dapat dicairkan kepada ahli waris pekerja yang telah meninggal dunia. Mereka terdiri dari janda, duda, atau anak dari pegawai.
Sedangkan jika tidak ada ahli waris yang disebutkan, maka manfaat JHT dapat diberikan sesuai urutan yakni keturunan sedarah pekerja menurut garis lurus ke atas dan bawah sampai derajat kedua, saudara kandung, mertua, serta pihak yang ditunjuk dalam wasiatnya oleh peserta.
“Jika pihak-pihak yang disebutkan tidak ada, maka manfaat JHT dikembalikan ke Balai Harta Peninggalan sesuai ketentuan peraturan perundag-undangan,” demikian bunyi Pasal 8 ayat (3) Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 seperti ditulis pada Sabtu (12/2).
Pemerintah juga mengatur syarat pencairan JHT bagi pekerja yang telah meninggal dunia. Dalam Pasal 11, pengajuan manfaat dapat dilakukan dengan melampirkan kartu peserta BPJS Ketenagakerjaan, surat keterangan kematian dari dokter, surat keterangan ahli waris, dari pejabat yang berwenang, Kartu Tanda Penduduk, serta Kartu Keluarga.
Dalam hal pekerja merupakan Warga Negara Asing (WNA), pengajuan manfaat JHT dapat dilakukan dengan melampirkan Kartu Peserta BPJS Ketenagakerjaan, surat keterangan kematian, surat keterangan ahli waris dari kantor perwakilan negara asal, serta pasor atau bukti identitas.
Selain itu manfaat JHT juga tetap diberikan kepada pekerja yang mengalami cacat total sebelum usia pensiun. Dalam Pasal 7, hak pekerja akan diberikan mulai tanggal 1 bulan berikutnya usai ditetapkan mengalami cacat total.
Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) mengecam perubahan aturan tersebut. Hal ini lantaran peserta BPJS Ketenagakerjaan dan terkena PHK baru bisa mencairkan JHT pada usia 56 tahun.
Sebagai contoh, buruh yang terkena PHK pada usia 30 tahun harus menunggu selama 26 tahun atau saat usianya sudah mencapai 56. Untuk itu, KSPI mendesak pencabutan Permenaker baru tersebut.
"Buruh yang ter-PHK harus menunggu puluhan tahun untuk mencairkan JHT-nya. Padahal buruh tersebut sudah tidak lagi memiliki pendapatan," ujar Ketua Departemen Media dan Komunikasi KSPI Kahar S. Cahyono dalam keterangan tertulis, Jumat (11/2).