Jokowi: 'Musim Dingin' Pandemi Belum Berakhir, Dunia Masih Terguncang

Biro Pers Sekretariat Presiden/Lukas/pras.
Presiden Joko Widodo menyampaikan sambutan saat membuka pertemuan pendahuluan B20 atau B20 Inception Meeting yang digelar secara virtual dari Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Kamis (27/1/2022).
17/2/2022, 11.54 WIB

Gelombang penularan Covid-19 masih merebak di sejumlah negara, termasuk Indonesia. Presiden Joko Widodo pun mengingatkan bahwa pandemi hingga saat ini belum berakhir.

Jokowi juga menganalogikan pandemi dengan musim dingin berat yang tengah datang. Pidato soal 'winter is coming' ini juga sudah disampaikan pada pertemuan Dana Moneter Internasional Bank Dunia (IMF-WB) pada 2018 dan Pertemuan Tahunan Bank Indonesia 2019.

"Pandemi belum berakhir dan ekonomi dunia masih terguncang," kata Jokowi dalam Pertemuan Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral Negara G20, Kamis (17/2).

Jokowi mengatakan saat ini tidak ada satu negara yang dapat bangkit sendiri lantaran telah terkoneksi satu sama lain. Untuk itu, kebangkitan suatu kawasan akan memberikan dampak serupa pada kawasan lainnya. "Sebaliknya, keruntuhan suatu kawasan akan meruntuhkan kawasan lainnya," ujar dia.

Makanya, Mantan Wali Kota Solo itu meminta anggota G20 untuk bersinergi dalam memulihkan kondisi dunia. Ketidakpastian global pun harus dihadapi dengan sinergi antarnegara.

Kepala Negara juga mengajak dunia internasional untuk bekerja sama dalam mengendalikan inflasi, mengantisipasi kelangkaan dan kenaikan harga pangan, dan kelangkaan kontainer.

Para negara di dunia juga harus mempercepat transisi menuju ekonomi baru dan transformasi digital yang merata. "Serta mendukung kebangkitan UMKM," katanya.

Ia pun berharap, pertemuan Menteri Keuangan dan gubernur bank sentral G20 itu bisa merumuskan kebijakan fiskal dan moneter antarnegara. "Untuk menyelesaikan masalah bersama, permasalahan dunia, harus berkolaborasi menghadapi isu-isu global," katanya.

Jokowi pada 2018 lalu menilai ada keretakan dalam aliansi antar negara-negara maju. Lemahnya kerjasama dan koordinasi telah menyebabkan terjadinya banyak masalah, seperti peningkatan drastis harga minyak mentah dan kekacauan di pasar mata uang yang dialami negara-negara berkembang.

Kepala Negara mengatakan beberapa negara maju di dunia bertindak seperti great houses dalam serial Game of Thrones. Mereka berperang satu sama lain untuk memperebutkan tahta besi, atau Iron Throne.

Ia mencontohkan, perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan Cina. Perebutan kehidupan antara great houses bagai roda besar yang berputar. Sementara house yang satu berjaya, lainnya akan mengalami kesulitan.

Sedangkan Bank Dunia menyoroti pemulihan ekonomi lebih lambat bagi negara miskin saat negara maju sudah berangsur menuju normal. Bank Dunia mengatakan, bukti yang ada sejauh ini menunjukkan bahwa dampak ekonomi dari pandemi akan lebih parah bagi negara berkembang dan miskin.

Sekitar 40% negara maju melaporkan pendapatan per kapitanya sudah pulih dan melampaui level sebelum pandemi atau pada tahun 2019. Kondisi ini berbeda bagi negara berkembang, baru 27% di antara mereka yang pendapatan per kapitanya sudah menyentuh level sebelum pandemi.

"Perbandingan negara-negara miskin yang mencapai pendapatan per kapita pada 2021 yang melampaui output 2019 mereka jauh lebih rendah, sebesar 21%. Ini menunjukkan bahwa pemulihan yang lebih lambat di negara-negara miskin," kata Bank Dunia dalam laporan terbarunya dikutip Kamis (17/2).

Reporter: Rizky Alika