Kejahatan siber masih kerap terjadi pada nasabah platform teknologi finansial atau fintech pembayaran. Berdasarkan Data Breach Investigation Report dari Verizon, 85% kebocoran data pribadi pada tahun lalu terjadi karena human error.
Oleh sebab itu penyedia layanan teknologi finansial pembayaran seperti OVO dan DANA gencar mengedukasi pengguna dan meningkatkan kemampuan Sumber Daya Manusia (SDM) demi mencegah kejadian ini terus terjadi.
Data Privacy Officer Lead OVO Ruben Sumigar mengatakan, OVO terus berkomitmen untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui inisiatif seperti Fintech Academy. Dalam menggelar inisiatif itu OVO menggaet fintech investasi, Bareksa.
Kemudian, OVO gencar melakukan edukasi terkait perlindungan data pengguna melalui berbagai wadah. Salah satunya membuat diskusi dengan menggandeng universitas.
Menurutnya, peningkatan SDM dan edukasi dilakukan agar masyarakat mampu memahami risiko keamanan siber. Melalui peningkatan SDM dan edukasi, masyarakat juga mengambil peran dalam mewujudkan usaha pemerintah, mendorong literasi dan inklusi keuangan di Indonesia.
"Di OVO, kami sangat memprioritaskan perlindungan data pribadi para pengguna," kata Ruben dalam siaran pers, Jumat (4/3).
OVO juga menerapkan multi-layered security system, agar data pribadi pengguna OVO dapat terjamin keamanannya. "Dengan menerapkan hal tersebut, baik dari sisi penyedia layanan maupun pengguna, maka keamanan privasi akan lebih terjaga dan terjamin," ujar Ruben.
Sedangkan Chief Technology Officer DANA Indonesia Norman Sasono juga mengatakan, DANA mempunyai strategi edukasi berkelanjutan. "Kami buat edukasi di media sosial, membuat event, hingga bekerja sama dengan partner misalnya Bank Indonesia (BI)," ujarnya.
VP Information Security DANA Indonesia Andri Purnomo mengatakan, edukasi kepada masyarakat terus digencarkan agar masyarakat semakin memahami risiko kejahatan siber yang tengah marak. Apalagi, pengguna lebih rentan diserang ketimbang sistem yang ada di platform.
"Modus yang marak dijalankan pelaku untuk menyerang manusia adalah social engineering," katanya.
Apalagi berdasarkan Survei Katadata Insight Center (KIC) bekerja sama dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), indeks literasi digital di Indonesia termasuk dalam kategori sedang dengan skor indeks 3,49. Sedangkan, pilar keamanan digital atau digital safety mendapatkan skor indeks yang paling rendah yakni 3,10.
Survei itu juga menunjukkan bahwa masih banyak pengguna media sosial di Indonesia yang mencantumkan data pribadi di akunnya. Data pribadi yang dicantumkan adalah nomor telepon pribadi, tanggal lahir, alamat rumah, hingga nama anggota keluarga beserta hubungan keluarga atau pekerjaannya.
Cegah Serangan Hacker
Selain itu DANA juga menyiapkan strategi menjaga keamanan pengguna dari para peretas (hacker). Norman mengatakan beberapa teknologi yang disiapkan adalah risk engine, fraud management, hingga robotics detection.
"Teknologi kami bisa menganalisis adanya fraud atau tidak," kata Norman dalam acara DANA Tech Talk 2022: Enabling Digital Financial Trust with Advanced Security Technology, Jumat (4/3).
DANA juga mempunyai teknologi biometrik mengandalkan kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI) bernama DANA VIZ atau visual identity authorization. Teknologi itu bisa mendeteksi wajah penggunanya. "Jadi, selain verifikasi dengan one-time password (OTP) dan PIN, pengguna bisa menggunakan teknologi ini," katanya.
Kemudian, ada DANA protection sebagai garansi uang kembali 100% apabila terjadi kesalahan atau gangguan transaksi pengguna yang diakibatkan sistem. Mereka juga mempunyai strategi edukasi keamanan data berkelanjutan. "Kami buat edukasi di media sosial, berbagai event, juga kerja sama dengan partner misalnya BI," kata Norman.
Selain itu DANA meningkatkan sistem keamanannya. Misalnya dengan dengan mendapatkan security score card untuk mengukur postur keamanan domain dari penilai independen.
Langkah ini sangat penting lantaran transaksi DANA setiap tahun terus meningkat hingga 7 juta per hari. Selain itu DANA juga telah menggaet 100 juta pengguna dan 5.000 online merchants.
Berdasarkan data Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) mencatat, ada 927 juta upaya serangan siber tahun lalu. Jumlahnya melonjak dua kali lipat dibandingkan 2020 sebanyak 495 juta. Sedangkan, porsi serangan siber ke industri keuangan, termasuk fintech mencapai 21,8%.
Riset dari Asosiasi Fintech Indonesia (Aftech) pada 2020 juga menunjukkan bahwa 22% platform fintech pembayaran dan 18% fintech lending pernah mengalami serangan siber. Sebanyak 95% dari 154 fintech mengaku, kurang dari 100 penggunanya mengalami serangan siber.