Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta menyelidiki kasus dugaan mafia minyak goreng yang dianggap sebagai penyebab kelangkaan pasokan di dalam negeri. Tiga perusahaan PT AMJ, PT NLT dan PT PDM diduga mengekspor 7.247 karton minyak goreng kemasan melalui Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, dari Juli 2021 hingga Januari 2022.
"Dengan cara melakukan ekspor minyak goreng kemasan melalui Pelabuhan Tanjung Priok, yang secara langsung berdampak pada perekonomian negara," ujar Kepala Seksi Penerangan Umum (Kasi Penkum) Kejati DKI Jakarta, Ashari Syam, dikutip dari keterangan resmi, Kamis (17/3).
Kejaksaan telah menerbitkan Surat Perintah Penyelidikan Nomor Print848/M.1/Fd.1/03/2021 yang diteken Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, Reda Manthovani, pada 16 Maret 2022. Ashari mengatakan surat tersebut diterbitkan setelah tim penyelidik menelaah beberapa data dan informasi yang berhubungan dengan tindak pidana korupsi terkait kelangkaan minyak goreng.
Berdasarkan Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB), pada 22 Juli sampai 1 September 2021, ketiga perusahaan mengekspor 2.184 karton minyak goreng kemasan dengan merek tertentu. Kemudian, pada 6 September 2021 hingga 3 Januari 2022, kembali mengekspor 5.063 minyak goreng kemasan merek tertentu. Minyak goreng tersebut dikirim menggunakan 32 kontainer ke berbagai negara.
Salah satu negara tujuan ekspor ini adalah Hong Kong. Menurut Ashari, perusahaan menjual minyak goreng seharga HK$ 240 sampai dengan HK$ 280, atau kisaran Rp 438 ribu hingga Rp 511 ribu per kartonnya.
Ketiga perusahaan diperkirakan meraih keuntungan tiga kali lipat dari harga jual di dalam negeri. Aksi ini diduga sebagai penyebab Indonesia mengalami kelangkaan minyak goreng kemasan, dan menimbulkan kerugian negara.
Kelangkaan pasokan minyak goreng mendorong pemerintah untuk menghapus ketentuan Harga Eceran Tertinggi untuk minyak goreng dalam kemasan, dan menyesuaikan harga sesuai nilai keekonomiannya. Di sisi lain, pemerintah memberikan subsidi untuk minyak kelapa sawit curah.
Terdapat berbagai dugaan atas penyebab kelangkaan minyak goreng. Pelaku industri minyak goreng menemukan modus baru penyelewengan minyak goreng yang menjadi penyebab kelangkaan komoditas tersebut di pasar. Pelaku memborong minyak goreng dengan harga pemerintah untuk dijual kembali sebagai bahan baku industri pengguna minyak sawit mentah (CPO).
Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) menyebut, terdapat oknum yang menyerbu minyak goreng pemerintah saat disalurkan oleh distributor 'pelat merah' di pasar tradisional. Minyak goreng tersebut lalu ditawarkan ke pabrikan pengguna CPO sebagai CPO maupun stearin.
"Itu terjadi di 543 kabupaten/kota di Indonesia. Mereka tidak menjual lagi dalam bentuk minyak goreng karena akan ditangkap, makanya di-declare (sebagai) CPO atau stearin," kata Direktur Eksekutif GIMNI Sahat Sinaga kepada Katadata.co.id, Senin (14/3).
Sahat mengatakan, para oknum membeli minyak goreng hasil kebijakan DMO (domestic market obligation) dengan HET dan dijual menjadi CPO maupun stearin berdasarkan harga pasar. Dari aksi tersebut, mendapatkan rata-rata margin sebesar Rp 8 ribu per liter.