Kritik DPR dan Organisasi Pendidikan untuk Kurikulum Merdeka

ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi/aww.
Ilustrasi siswa sekolah. ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi/aww.
4/4/2022, 16.07 WIB

Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemdikbud Ristek) memberikan tiga opsi kurikulum bagi satuan pendidikan yang dapat diterapkan di sekolah mulai 2022 hingga 2024. Tiga opsi tersebut adalah kurikulum 2013, kurikulum darurat, dan kurikulum prototipe.

Dari ketiganya, kurikulum prototipe mendapatkan perhatian lebih, sebab diproyeksikan untuk jangka panjang. Kurikulum yang berbasis proyek atau project based learning itu, belum lama ini berubah nama menjadi Kurikulum Merdeka.

Meski digadang-gadang mampu menjawab tantangan di masa depan, Kurikulum Merdeka dinilai Komisi X Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) belum berjalan baik. Oleh karena itu, mereka meminta Kemdikbud Ristek untuk mengevaluasi satuan pendidikan yang telah melaksanakan Kurikulum Merdeka sebelum memutuskan implementasi lebih lanjut.

Kemudian, anggota dewan juga ingin agar substansi dari Kurikulum Merdeka menjadi bagian dari peta jalan pendidikan di Indonesia, sehingga perlu penyesuaian.

“Komisi X DPR meminta Kemdikbud Ristek menyelesaikan penyusunan peta jalan pendidikan,” ujar Pimpinan Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Panitia Kerja (Panja) Kebijakan Kurikulum, Fikri Faqih, di ruang Komisi X DPR, Senayan, Jakarta, Senin (4/4).

Rapat ini diikuti oleh PP Muhammadiyah, Lembaga Ma'arif NU, Majelis Nasional Pendidikan Katolik, dan Majelis Pendidikan Kristen.

Terkait dengan peta jalan pendidikan, Majelis Pendidikan Kristen (MPK) setuju peta jalan menjadi prioritas dalam dunia pendidikan, sehingga tidak terkesan kurikulum selalu berganti seiring pergantian pemerintahan.

“Perubahan kurikulum harusnya memperhatikan aspek yang lebih luas dan mendasar, yaitu tujuan pendidikan nasional yang futuristik dengan memperhatikan tantangan pendidikan jauh ke depan, bukan sekedar tantangan yang ada saat ini,” kata Ketua MPK, David Tjandra.

Sementara Muhammadiyah, menyatakan perlu ada kesepakatan soal arah pendidikan ke depan, sebelum membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). Kesepakatan arah pendidikan tersebut nantinya dapat dituangkan dalam roadmap pendidikan nasional.

“Kami paham bahwa ini sudah pernah dibahas tapi lalu berhenti, dan saya juga paham bahwa bapak ibu anggota dewan bertanya-tanya, ke mana ini peta jalannya kok tidak jadi dilanjutkan?” Ujar Sekretaris Umum Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah, Abdul Mu’thi,

Meski mengandung fleksibilitas, Muhammadiyah menganggap bahwa penerapan Kurikulum Merdeka tidak sesederhana harapan yang ada pada awal. Sebab, dibutuhkan banyak guru yang memiliki pengetahuan serta keterampilan memadai untuk menginterpretasi Kurikulum Merdeka.

Halaman:
Reporter: Ashri Fadilla