Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemdikbud Ristek) memberikan tiga opsi kurikulum bagi satuan pendidikan yang dapat diterapkan di sekolah mulai 2022 hingga 2024. Tiga opsi tersebut adalah kurikulum 2013, kurikulum darurat, dan kurikulum prototipe.
Dari ketiganya, kurikulum prototipe mendapatkan perhatian lebih, sebab diproyeksikan untuk jangka panjang. Kurikulum yang berbasis proyek atau project based learning itu, belum lama ini berubah nama menjadi Kurikulum Merdeka.
Meski digadang-gadang mampu menjawab tantangan di masa depan, Kurikulum Merdeka dinilai Komisi X Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) belum berjalan baik. Oleh karena itu, mereka meminta Kemdikbud Ristek untuk mengevaluasi satuan pendidikan yang telah melaksanakan Kurikulum Merdeka sebelum memutuskan implementasi lebih lanjut.
Kemudian, anggota dewan juga ingin agar substansi dari Kurikulum Merdeka menjadi bagian dari peta jalan pendidikan di Indonesia, sehingga perlu penyesuaian.
“Komisi X DPR meminta Kemdikbud Ristek menyelesaikan penyusunan peta jalan pendidikan,” ujar Pimpinan Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Panitia Kerja (Panja) Kebijakan Kurikulum, Fikri Faqih, di ruang Komisi X DPR, Senayan, Jakarta, Senin (4/4).
Rapat ini diikuti oleh PP Muhammadiyah, Lembaga Ma'arif NU, Majelis Nasional Pendidikan Katolik, dan Majelis Pendidikan Kristen.
Terkait dengan peta jalan pendidikan, Majelis Pendidikan Kristen (MPK) setuju peta jalan menjadi prioritas dalam dunia pendidikan, sehingga tidak terkesan kurikulum selalu berganti seiring pergantian pemerintahan.
“Perubahan kurikulum harusnya memperhatikan aspek yang lebih luas dan mendasar, yaitu tujuan pendidikan nasional yang futuristik dengan memperhatikan tantangan pendidikan jauh ke depan, bukan sekedar tantangan yang ada saat ini,” kata Ketua MPK, David Tjandra.
Sementara Muhammadiyah, menyatakan perlu ada kesepakatan soal arah pendidikan ke depan, sebelum membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). Kesepakatan arah pendidikan tersebut nantinya dapat dituangkan dalam roadmap pendidikan nasional.
“Kami paham bahwa ini sudah pernah dibahas tapi lalu berhenti, dan saya juga paham bahwa bapak ibu anggota dewan bertanya-tanya, ke mana ini peta jalannya kok tidak jadi dilanjutkan?” Ujar Sekretaris Umum Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah, Abdul Mu’thi,
Meski mengandung fleksibilitas, Muhammadiyah menganggap bahwa penerapan Kurikulum Merdeka tidak sesederhana harapan yang ada pada awal. Sebab, dibutuhkan banyak guru yang memiliki pengetahuan serta keterampilan memadai untuk menginterpretasi Kurikulum Merdeka.
Kemudian, ada juga beberapa sekolah yang dinilai tidak memiliki kemampuan untuk melaksanakan Kurikulum Merdeka. Menurut Mu’thi, hasil yang akan dicapai tidak akan maksimal jika tidak semua sekolah memperoleh pendampingan dan anggaran seperti sekolah-sekolah penggerak.
“Oleh karena itu, memang kurikulum merdeka harus dipersiapkan dan dimatangkan oleh kita semua,” ujarnya.
Sedangkan Majelis Nasional Pendidikan Katolik (MNPK) menilai bahwa penerapan Kurikulum Merdeka masih bermasalah karena proses sosialisasi berjenjang pada berbagai fasilitator dengan tingkat pemahaman berbeda.
Perbedaan pemahaman dalam sosialisasi tersebut pada akhirnya membuat konsep dasar Kurikulum Merdeka menjadi bias pada tingkat satuan pendidikan.
Ketua MNPK, Doni Koesoema Albertus, menyampaikan bahwa kesiapan tenaga guru dengan penyesuaian program studi keguruan di perguruan tinggi juga tidak kalah penting untuk melaksanakan Kurikulum Merdeka.
“Intervensi khusus pemerintah untuk program studi keguruan akan melahirkan guru-guru yang siap untuk mengimplementasikan kurikulum yang ditetapkan,” katanya.
Sedangkan Lembaga Pendidikan Ma’arif Nahdlatul Ulama (LPM NU) menilai Kurikulum Merdeka perlu mendapatkan perhatian khusus, mulai dari penyusunan hingga pelaksanaannya. Ketua LPM NU, Muhammad Ali Ramdhani, menuturkan bahwa Kurikulum 2013 menjadi pilihan yang mesti diambil dalam kondisi saat ini.
“Selanjutnya terkait dengan kurikulum prototipe, efektivitas kurikulum tidak bisa dibaca hanya dalam waktu satu tahun,” kata Ali.
Sebelumnya, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbud Ristek) Nadiem Makariem menjelaskan bahwa Kurikulum Merdeka akan diterapkan pada tahun ajaran baru 2022/2023.
“Kurikulum merdeka ini sudah kita tes di 2.500 sekolah penggerak. Namanya dulu kurikulum prototipe,” jelas Mendikbud ristek, Nadiem Makarim dalam Merdeka Belajar Episode 15: Kurikulum Merdeka dan Platform Merdeka Mengajar, Jumat (11/2) lalu.