Kementerian Pertanian (Kementan) akan gencar mensosialisasikan gerakan panen air, untuk mengantisipasi puncak musim kemarau tahun ini, yang diperkirakan akan berlangsung pada Juli-Agustus.
Mengutip Antara, Sabtu (9/4), Direktur Jenderal Tanaman Pangan Kementan Suwandi menjelaskan, gerakan panen air ini dapat dimulai dengan mengoptimalkan air hujan dan run off atau limpasan air di permukaan tanah.
Menurut Suwandi, air hujan tersebut akan memiliki banyak manfaat untuk keberlangsungan penyediaan air, terutama di sektor pertanian jika mampu diolah dan dikelola dengan baik.
"Air hujan dan run off ini sebenarnya merupakan salah satu sumber daya yang selama ini belum termanfaatkan secara optimal, dan hanya dibiarkan mengalir ke saluran-saluran drainase menuju ke sungai-sungai yang akhirnya mengalir ke laut," kata Suwandi.
Ia menjelaskan, gerakan panen air ini adalah ilmu perubahan perilaku, yang telah dilakukan pada dekade 1970-an dan 1980-an di beberapa daerah seperti Gunung Kidul dan di Wonogiri. Di Gunung Kidul misalnya, setiap bawah pohon besar memiliki cekungan untuk menampung air.
Panen air yang dimaksud adalah menggunakan sumur submersible untuk lahan persawahan. Melalui metode ini, air hujan tidak langsung masuk ke sawah untuk menanam padi dan kemudian diteruskan ke sungai, melainkan diputar dahulu untuk berbagai proses produksi, terakhir baru dilepas ke tempat pembuangan
Suwandi mencontohkan daerah yang berhasil menerapkan panen air adalah Kabupaten Grobogan. Daerah ini diketahui merupakan daerah kering, namun bisa menanam dan memanen padi sebanyak empat kali dalam setahun dengan memanfaatkan air hujan.
Direktur Perlindungan Tanaman Pangan Kementan Takdir Mulyadi menambahkan, sebanyak 19,9% zona musim akan memasuki puncak musim kemarau pada Juli 2022. Sementara, 52,9% zona musim akan memasuki puncak musim kemarau pada Agustus 2022. Oleh karena itu, memang perlu dilakukan antisipasi.
Selain gerakan panen air, beberapa langkah antisipasi yang disiapkan untuk menghadapi musim kering tahun ini antara lain, early warning system dengan rutin memantau informasi BMKG. Kemudian, memanfaatkan aplikasi Sistem Informasi Kalender Tanam (SI Katam) Terpadu, pompanisasi, dan perbaikan jaringan irigasi tersier/kuarter.
Lalu, mendorong pemanfaatan teknologi hemat air, menggunakan benih yang toleran kekeringan, menggunakan pupuk organik dan pembenahan tanah untuk meningkatkan retensi air.