Pertanian Sangat Rawan Dampak La Nina dari Gagal Panen-Serangan Tikus

Cahya Puteri Abdi Rabbi
8 November 2021, 17:29
pertanian, La nina, banjir
ANTARA FOTO/Basri Marzuki/hp.
Sejumlah buruh tani melewati jembatan gantung yang rusak di Desa Salua, Kulawi, Sigi, Sulawesi Tengah, Senin (11/10/2021). Sektor petanian rawan terhadap dampak La Nina karena bisa menyebabkan banjir, gagal panen, hingga serangan tikus.

Fenomena La Nina diperkirakan akan terjadi pada akhir tahun ini. Kementerian Pertanian pun menyiapkan sejumlah upaya untuk menekan dampak La Nina mengingat sektor pertanian sangat rawan terhadap dampak La Nina.

Badan Meteorologi Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprediksi Indonesia akan mengalami cuaca ekstrem akibat fenomena La Nina pada akhir  tahun ini. 

La Nina tahun ini diprediksikan memiliki dampak yang relatif sama seperti tahun sebelumnya.

Direktur Jenderal Tanaman Pangan Kementan Suwandi menyebutkan, untuk mengantisipasi dampak La Nina perlu dilakukan koordinasi lintas sektoral.

Koordinasi terkait pengelolaan sumber daya air dan pengurangan risiko bencana hidrometeorologi, seperti banjir, longsor, banjir bandang, angin kencang, puting beliung atau badai tropis yang berada di wilayah rawan terdampak La Nina.  

"Sektor pertanian adalah yang paling rawan terkena dampak La Nina.  Kementan berupaya untuk meminimalisir dengan memberikan kompensasi setiap puso (gagal panen) dan segera lakukan penanaman ulang usai banjir," kata Suwandi dalam siaran pers Kementan. 

Menurutnya, ada beberapa strategi dan langkah antisipasi La Nina yang harus dilakukan.

Pertama adalah dengan memperbarui pemetaan wilayah rawan banjir dan endemis serangan organisme pengganggu tumbuhan.

Kedua adalah dengan meningkatkan Early warning system atau peringatan dini dan rutin memantau informasi BMKG.

Selain itu, memastikan kesiapan Brigade La Nina (Brigade DPI-OPT), Brigade Alsin & Tanam, Brigade Panen dan Serap Gabah Kostraling, pompanisasi in-out dari sawah, rehab jaringan irigasi tersier/kwarter, menggunakan benih tahan genangan  seperti Inpara 1-10, Inpari 29, Inpari 30, Ciherang, dan lainnya.

Kemudian, gunakan asuransi usaha tani padi dan/bantuan benih gratis bagi puso, mengkompensasi luas tanam di daerah lain atau yang tidak terkena La Nina.

Langkah lain adalah dengan antisipasi panen raya saat hujan dengan alsin panen dan pasca panen dengan kostraling dryer, mesin penggiling padi (RMU), penyimpan biji-bijian hasil pertanian dan pakan ternak (silo), dan lainnya. 

 Meskipun ada ancaman La Nina, namun ia meyakini bahwa kondisi stok pangan aman dan lebih dari cukup.

Kementan sudah mulai melakukan upaya antisipasi dalam menghadapi dampak La Nina, seperti dengan penyediaan embung yang dapat dimanfaatkan pada tahun 2021 sebanyak 400 unit.

Juga, fasilitasi asuransi usaha tani padi (AUTP) dengan alokasi seluas 1 juta hektar tahuh 2022.

Selain itu, pemerintah juga memberikan bantuan benih karena kejadian bencana alam (force majeure), kompensasi luas tanam bagi lahan yang terdampak banjir, serta optimalisasi alsin panen dan pasca panen. 

Direktur Perlindungan Tanaman Pangan Takdir Mulyadi menekankan, perlunya pemetaan wilayah rawan banjir, kekeringan dan organisme pengganggu tanaman musim hujan untuk komoditas padi, jagung dan kedelai sampai dengan level kabupaten/kota.

 “Mapping daerah rawan ini disusun berdasarkan data serangan OPT/DPI dari Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan dan data curah hujan dari BMKG, bisa dipakai sebagai dasar mulai tanam bagi para petani,” katanya. 

Takdir juga mengingatkan perlunya mengoptimalkan Brigade La Nina (Brigade DPI-OPT), Brigade Alsin dan Tanam, Brigade Panen dan Serap Gabah Kostraling.

Selain itu bantuan alat dan mesin (alsin) seperti pompa air, traktor, dryer, RMU dan sarana pengendali OPT (Pestisida dan Handsprayer) yang telah dialokasikan ke daerah juga penting untuk disiagakan di lokasi rawan tersebut. 

 "Yang perlu diwaspadai juga adalah serangan OPT pasca banjir, terutama serangan tikus," ujarnya.

 BMKG memperkirakan curah hujan mengalami peningkatan pada November-Desember 2021.

Peningkatan curah hujan akan mencapai puncaknya pada Januari- Februari 2022 terutama di wilayah Sumatera bagian selatan, Jawa, Bali hingga NTT, Kalimantan bagian selatan dan Sulawesi bagian selatan, berkisar antara 20 - 70% di atas normalnya. 

Fenomena La Nina merujuk saat  Suhu Muka Laut (SML) di Samudera Pasifik bagian tengah mengalami pendinginan di bawah kondisi normalnya.

Pendinginan SML ini mengurangi potensi pertumbuhan awan di Samudera Pasifik tengah dan meningkatkan curah hujan di wilayah Indonesia secara umum.

Dengan kondisi tersebut, La Nina akan mengakibatkan curah hujan dengan intensitas tinggi di Indonesia.

Pada 2020, La Nina menyebabkan curah hujan di Indonesia meningkat 40%, bahkan di beberapa wilayah sampai 80%. Tahun lalu curah hujan meningkat hingga 40%, bahkan di beberapa wilayah sampai 80%.

Reporter: Cahya Puteri Abdi Rabbi
Editor: Maesaroh

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...