Tepis Klaim Luhut, La Nyalla Ungkap Data Bantahan Soal Pemilu 2024

ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay/YU
Ketua DPD La Nyalla Mattalitti memberikan paparan saat ekspose publik terkait big data di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (14/4/2022).
15/4/2022, 20.59 WIB

Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD), La Nyalla Mahmud Mattalitti membantah klaim Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengenai big data penundaan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024.

 La Nyalla bahkan merujuk temuan platform agregator bernama Evello. Dari hasil pengumpulan data, pernyataan elit politik hingga politisi terkait penundaan Pemilu justru tak direspons positif oleh publik.

Dari percakapan tentang penundaan pemilu yang melibatkan lebih dari 600 ribu akun Twitter, Instagram, Tiktok, dan Youtube, terdapat respon negatif sekitar 51,34%. Selebihnya, para warganet yang merespons baik sekitar 28%,  sedih 27%, marah 8%, tidak suka 4%, dan takut 3%.

Dia hanya mengimbau agar masyarakat agar tidak terpengaruh dengan klaim big data tersebut. “Jadi saya hanya menegakkan kebenaran saja,” kata LaNyalla di kantor DPD pada Kamis (14/4).

Sebagai senator, La Nyalla mengingatkan pemerintah agar fokus pada penyelesaian permasalahan ekonomi dampak pandemi Covid-19. Dia ingin agar para pejabat di lembaga eksekutif mengakhiri wacana penundaan pemilu dan penambahan periode jabatan presiden.

“DPD RI secara objektif mengingatkan pemerintah agar fokus pada menyelesaikan persoalan ekonomi dan mengakhiri semua pernyataan terkait isu-isu yang ada di dalam konstitusional,” kata senator asal Jawa Timur itu.

Terkait dengan penambahan periode jabatan presiden, Evello menemukan adanya kecenderungan tren kesukaan publik di media sosial terhadap Jokowi. Saat 110 juta big data media sosial diungkap Menko Marves Luhut pada Jumat (11/3), masih ada 28% netizen yang suka terhadap kepemimpinan Jokowi.

Namun saat adanya deklarasi tiga periode oleh APDESI pada Selasa (29/3), kesukaan terhadap Jokowi turun menjadi 23%. Sementara saat Jokowi menyentil menteri-menterinya melalui pernyataan dalam Rapat Paripurna Kabinet pada Rabu (6/4) lalu, kesukaan netizen kembali turun menjadi 20%.

“Yang diharapkan publik, minyak kembali terisi di rak-rak warung dan supermarket dengan harga normal. Bukan soal politik dengan menyentil menteri-menterinya di depan publik,” ujar founder Evello, Dudy Rudianto.

 Terkait metode, Evello melakukan pemantauan data dalam satu waktu. Misalnya, saat Luhut melempar pernyataan ke publik soal klaim big data 110 juta, mereka menemukan sejumlah percakapan yang sangat besar tentang pemilu.

Selanjutnya dilakukan pencacahan, penghitungan, hingga menemukan akun-akun yang dianggap unik sebanyak 693 ribu. “Jadi jumlah 110 juta itu rasanya juga berlebihan, satu juta saja tidak sampai,” kata Dudy.

Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Indonesia meminta Luhut membongkar data soal dukungan penundaan pemilu. BEM UI bahkan menemui mantan Menko Polhukam itu yang menjadi pembicara di Balai Sidang UI Kampus Depok, Jawa Barat, Selasa (12/4). 

Meski demikian, Luhut enggan membongkar dari mana data tersebut berasal. "Kamu tidak berhak menuntut saya (membuka data) karena saya punya hak untuk itu," katanya kepada para mahasiswa pada Selasa (12/4).

Luhut sebelumnya mendapatkan sorotan terkait isu perpanjangan masa jabatan presiden. Ia sempat menjelaskan mengenai adanya aspirasi 110 juta orang yang mendukung penundaan Pemilu 2024. Data ini ia klaim berasal dari big data percakapan di dunia maya.

Reporter: Ashri Fadilla