Kepolisian Republik Indonesia (Polri) melalui Satuan Tugas (Satgas) Pangan akan meningkatkan pengawasan terhadap produksi minyak goreng dengan melakukan pendampingan, agar ketersediaan, distribusi, dan stabilitas harga dapat terjaga.
Polri pun menyiapkan empat langkah strategis agar setiap Kepolisian Daerah (Polda) dapat mengawasi segala aktivitas terkait produksi minyak goreng.
“Guna memastikan apa yang menjadi kebijakan dan program pemerintah, serta pelaksanaannya berjalan dengan baik,” ujar Kepala Bagian Penerangan Umum (Kabag Penum) Divisi Humas Polri, Kombes Pol. Gatot Repli Handoko pada Rabu (20/4).
Upaya pertama adalah menurunkan personil dari Satgas Pangan ke berbagai titik produksi minyak goreng untuk memastikan jumlah dan kuota produksi minyak goreng sudah sesuai.
“Total ada 14 provinsi di Pulau Jawa, Kalimantan, dan Sumatera yang telah dilakukan pengecekan,” kata Gatot.
Kemudian, menempatkan minimal dua personil Satgas Pangan daerah di 75 titik tempat produksi minyak goreng, untuk memantau jumlah produksi, penyaluran produk ke distributor, serta harganya di pasaran.
Selain itu, memantau harga riil serta ketersediaan stok minyak goreng dari distributor hingga ke pengecer, dan melaporkan statusnya agar dapat menganalisa perkembangannya setiap hari.
Terakhir, mendirikan posko Satgas Pangan Polri dengan menempatkan personil yang secara khusus bertugas memantau dan menganalisa data produksi, distribusi, dan harga minyak goreng secara riil.
“Kemudian dilakukan analisa dalam pengambilan kebijakan, serta berkoordinasi dengan stakeholder terkait,” ujarnya.
Sejauh ini, Polri telah menindak 18 kasus dugaan penyelewengan minyak goreng yang ditemukan di sembilan provinsi. Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri bekerja sama dengan Direktorat Kriminal Khusus (Ditkrimsus) masing-masing Polda, menemukan beragam modus mengenai cara para tersangka mendapatkan keuntungan secara ilegal dari penjualan, distribusi, maupun produksi minyak goreng.
Pertama, Polda Sumatera Selatan, menemukan tempat pengemasan minyak goreng curah siap jual.
Kemudian, Polda Jawa Tengah menemukan lima kasus dengan modus yang berbeda-beda, yaitu para pelaku usaha tidak memiliki izin edar, menjual, atau menawarkan produksi minyak goreng. Akan tetapi, mereka tetap memperdagangkan minyak goreng dengan volume takaran yang tidak sesuai.
Selain itu, di Jawa Tengah ada pula temuan tersangka menjual minyak goreng palsu. “Minyak goreng berupa campuran minyak dan air berwarna kuning,” ujar Gatot.
Selanjutnya Polda Jawa Timur menangani satu kasus penimbunan minyak goreng curah, dan menjualnya di atas Hharga Eceran Tertinggi (HET). Keempat, Polda Banten menangani tiga kasus dengan tersangka pelaku usaha yang sengaja menimbun, kemudian menjual kembali dengan harga yang tidak sesuai HET.
Polda Jawa Barat menangani tiga kasus dengan modus mengumpulkan minyak goreng untuk dijual ke luar daerah. Kemudian, ada juga tersangka pelaku usaha yang mengemas minyak goreng curah dengan merek minyak goreng tertentu.
Sedangkan di Polda Bengkulu, dua kasus penimbunan minyak goreng, serta menjualnya di atas HET.
Polda Sulawesi Selatan kini menangani satu kasus penjualan minyak goreng tanpa izin edar resmi.
Kedelapan, Polda Kalimantan Selatan juga menangani satu kasus penimbunan minyak goreng tanpa izin resmi.
Terakhir, Polda Sulawesi Tengah menangani satu kasus, yaitu menimbun minyak goreng dalam jumlah besar untuk mendapatkan keuntungan.