Lembaga riset dan konsultan politik Saiful Mujani & Consulting (SMRC) memprediksi akan ada tiga poros koalisi pada Pelaksanaan Pemilu 2024. Mereka terdiri dari poros Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), dan Partai Golkar.
Pendiri SMRC, Saiful Mujani, mengungkap prediksi ini setelah mempelajari hasil survei nasional terbaru mereka pada akhir Maret lalu. Selain itu, melihat adanya kewajiban partai politik untuk memenuhi presidential treshold sebesar 20% kursi di DPR atau 25% suara nasional, sebagai ambang batas mengajukan pasangan calon presiden (Capres).
Saat ini, hanya PDIP yang memenuhi syarat ambang batas tersebut, sementara partai lainnya perlu untuk membuat koalisi.
"Kalau PDIP maju sendiri, peluangnya kecil, karena PDIP kemungkinan merasa tidak strategis kalau maju sendiri," ujar Saiful Mujani, di kanal Youtube SMRC TV, Kamis (21/4).
Menurut Saiful Mujani, meski PDIP dapat memilih partai secara bebas, kemungkinannya mereka akan mendekati partai yang memiliki ideologi dan latar belakang religius.
Jika melihat kepada sejarah dan hubungan komunikasi yang telah terjalin, PDIP berpeluang koalisi dengan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) atau Partai Amanat Nasional (PAN).
"Supaya suasana Islamnya bisa masuk," ungkapnya.
Opsi lain juga terbuka untuk PDIP, yaitu mendekati ormas Nahdlatul Ulama (NU). Jika melihat beberapa kali penyelenggaraan Pemilu, capres dari PDIP kerap berpasangan dengan tokoh NU. Dimulai pada Pemilu 2004, ketika Megawati Sukarnoputri memilih Hasyim Muzadi sebagai pasangan calon wakil presiden. Kemudian, Jokowi juga berpasangan dengan tokoh NU, yaitu Jusuf Kalla pada 2014, dan Maaruf Amin pada 2019 lalu.
Saiful menilai PDIP berpotensi mengusung Ganjar Pranowo sebagai kandidat capres, jika melihat pada elektabilitasnya. Ganjar akan bersanding dengan tokoh dari NU.
"Pasangannya siapa kemungkinan ngambil dari NU. Ada Khofifah, dia cukup kuat di Jawa Timur, atau Yahya Cholil Staquf," ucapnya.
Nama lain yang mungkin bersanding dengan Ganjar adalah Eric Thohir atau Ridwan Kamil.
Sementara Gerindra kemungkinan akan berkoalisi dengan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). "Misalnya Prabowo dengan Cak Imin, mungkin saja," jelasnya.
Sedangkan untuk poros ketiga, ada Golkar yang memimpin dengan Partai Nasdem, Demokrat, dan PKS. Poros ini kemungkinan mengusung pasangan Capres Anies-Airlangga.
"Kenapa bukan Airlangga yang nomor satu, karena Airlangga sama dengan Puan (Maharani), itu rendah elektabilitasnya," ucapnya.
Alternatif poros ketiga pada Pemilu 2024 adalah koalisi Nasdem, PKS dengan Demokrat, tanpa Golkar. Sebab koalisi ketiga partai tersebut sudah cukup untuk memenuhi ambang batas mencalonkan kandidat capres.
Simak juga data mengenai anggaran Pemilu 2024:
Untuk menjalin koalisi, Saiful Mujani menjelaskan ada enam faktor yang mendasarinya. Pertama adalah ideologi atau latar belakang orientasi politik partai.
Kemudian komunikasi yang terjalin di antara elit partai. Sejarah dan pengalaman hubungan di antara petinggi partai sangat menentukan kesuksesan sebuah partai dapat bersinergi. Apalagi jika sebelumnya telah terjadi bentukan kepentingan yang mengendap pada pimpinan partai, seperti yang terjadi pada PDIP dan Demokrat, serta Nasdem dan Gerindra.
"Tidak mudah, karena konteks itu akan mempengaruhi bagaimana koalisi terbentuk nanti," ungkap Saiful.
Faktor berikutnya adalah syarat presidential threshold. Kemudian faktor keempat, intensitas partai yang mendorong pimpinannya menjadi capres.
Selanjutnya faktor elektabilitas tokoh-tokoh dalam berbagai survei publik nasional. Saiful menjelaskan, dalam dua tahun terakhir, tiga nama yang mencuat dengan elektabilitas tertinggi adalah Ganjar, Prabowo, dan Anies.
Faktor terakhir adalah peran ormas. Meskipun tidak memiliki wakil secara formal di DPR, serta tidak mengikuti pemilu sebagai syarat mengajukan capres, partai politik seringkali mempertimbangkan ormas besar dalam pembentukan koalisi dengan menunjuk seorang calon wakil.