Kemenkes Uji Coba Platform untuk Integrasi Data Kesehatan Masyarakat

ANTARA FOTO/Aswaddy Hamid/aww.
Sejumlah vaksinator (kanan) melakukan tes skrining terhadap calon penerima vaksin COVID-19 Sinovac untuk tenaga kesehatan di Puskesmas Dumai Kota di Dumai, Riau, Jumat (5/2/2021).
25/4/2022, 14.45 WIB

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) telah resmi memulai masa uji coba (beta testing) Indonesia Health Services (IHS). Dengan platform ini, Kemenkes berharap dapat menghubungkan seluruh ekosistem dan data dalam industri kesehatan, mulai dari rumah sakit, puskesmas, telemedisin, hingga laboratorium.

Dampaknya, tenaga kesehatan (nakes) tidak perlu berkali-kali menginput data pasien. Adapun platform ini sejalan dengan Cetak Biru Strategi Transformasi DIgital Kesehatan yang ditargetkan pada 2024 mendatang

Chief Digital Transformation Office (DTO) Kemenkes Setiaji menjelaskan saat ini ada sekitar 400 aplikasi kesehatan milik pemerintah yang belum terintegrasi sehingga ada data yang sama di aplikasi berbeda. Hal ini kerap menyulitkan pasien ketika hendak berobat ke fasilitas kesehatan. 

“Tidak ada keseragaman, sehingga integrasi sulit dilakukan dan standar format tidak ada,” kata Setiaji dalam Temu Media Beta Testing Platform IHS melalui kanal Youtube Kementerian Kesehatan, Senin (25/4). 

Melalui uji coba yang berlangsung hingga 22 Mei nanti, IHS akan mengintegrasikan tiga jenis layanan, yaitu rekaman medis, layanan laboratorium, dan layanan Covid-19. Data masing-masing pasien akan diterjemahkan ke dalam satu nomor pengenal tunggal. Pasien tidak perlu melakukan daftar ulang dengan formulir seperti yang biasa dilakukan di faskes.

Selanjutnya, platform ini akan terhubung dengan aplikasi PeduliLindungi, sehingga peran aplikasi ini tidak hanya terbatas pada penanganan Covid-19 saja. Selain itu, platform ini juga dapat menampung data keluarga, salah satunya adalah histori imunisasi balita. 

Meski platform ini bisa diakses secara gratis oleh semua orang, perlindungan atas data pasien dalam IHS akan tetap dijaga.  Setiaji mengatakan data hanya bisa diakses oleh pasien adalah data diri dan rekam medisnya.

Dokter dan fasilitas kesehatan hanya bisa mengakses data tersebut setelah mendapat persetujuan dari pasien. Sementara data yang bisa diakses oleh publik hanyalah data agregat.

“Sama seperti penanganan Covid sekarang. Publik hanya bisa mengakses jumlah kasus, tapi tidak bisa mengakses data pribadi terjangkit Covid,” kata Setiaji.

Adapun pandemitelah mengubah perilaku masyarakat, termasuk di dunia kesehatan. Layanan digital kesehatan berbentuk aplikasi di telepon genggam menjadi lebih diperlukan dan meningkat penggunaannya selama pandemi.

Dalam rencana jangka panjang, platform ini dapat mengurangi jumlah aplikasi dari faskes. Dengan mengintegrasikan data dari faskes, maka faskes cukup mengakses IHS dan tidak perlu menggunakan aplikasi sendiri. Di sisi lain, Kemenkes juga telah menerbitkan petunjuk bagi aplikasi kesehatan buatan swasta sehingga bisa menyesuaikan dengan program ini. 

Reporter: Amelia Yesidora