Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah mengumumkan sebuah Kejadian Luar Biasa (KLB) penyakit hepatitis akut. Penyakit ini menyerang anak-anak usia satu bulan hingga 16 tahun.
Tak hanya itu, hepatitis akut juga telah menyebar hingga beberapa negara. Bahkan Indonesia telah melaporkan tiga orang anak meninggal dunia diduga karena penyakit ini.
Meski demikian, penyebab penyakit ini rupanya belum diketahui secara pasti. "Yang paling penting tetap deteksi dini, ketahui gejalanya. Jika mengalami gejala, segera periksakan," kata ahli kesehatan anak-anak Prof. dr. Aman Pulungan dalam unggahan di Instagramnya, Rabu (4/5).
Dalam unggahannya, Aman menjelaskan beberapa fakta terkini penyakit tersebut mulai dari gejala hingga dugaan penyebabnya.
Gejala
WHO telah menjelaskan definisi kasus probable hepatitis akut. Anak yang terindikasi terkena penyakit hati tersebut bukan disebabkan virus Hepatitis A-E. Adapun pemeriksaan laboratorium harus menunjukkan peningkatan enzim hati (SGOT/SGPT) lebih besar dari 500 u/L.
Gejala penyakit ini adalah mual serta muntah, diare, hingga ikterus (kuning di kulit dan mata). Sebanyak 58% pasien juga memiliki gejala berupa tinja berwarna pucat dan 29% mengalami demam.
Kemungkinan Penyebab
Aman dalam unggahannya juga menjelaskan berbagai kemungkinan penyebab hepatitis akut. Dari data WHO, sebanyak 74 kasus dilaporkan memiliki adenovirus.
Sedangkan dalam 53 pengujian di Inggris, ditemukan 40 adenovirus tipe 41F. Selain itu sebanyak 9 dari 9 kasus di Alabama, Amerika Serikat juga positif ditemukan adenovirus.
Tak hanya itu, 10 dari 60 kasus hepatitis akut di Inggris juga mengalami Covid-19. Sedangkan hepatitis A hingga E tak ditemukan pada semua kasus.
Adenovirus 41
Aman juga menjelaskan mengenai Adenovirus 41. Ini adalah jenis virus yang kerap ditemukan dan mengakibatkan diare, muntah, demam, hingga penyakit saluran pernapasan. Meski demikian Adenovirus biasanya tak mengakibatkan hepatitis pada anak yang sehat,
Jenis Adenovirus ini juga berbeda dengan yang digunakan pada vaksin Covid-19 AstraZeneca. Adapun strain virus ini kebanyakan terjadi pada anak usia di bawah 5 tahun dan belum mendapatkan vaksin corona.
Aman mengatakan investigasi masih terus dilakukan untuk mengidentifikasi penyakit tersebut. Sedangkan orang tua dan anak harus waspada dengan menjaga kebersihan tangan dan makanan.
(Catatan redaksi: Artikel ini telah diubah pada Rabu (4/5) pukul 19.05 WIB untuk mengubah jabatan dan titel Prof. dr. Aman Bhakti Pulungan).