Kementerian Kesehatan melaporkan hingga Jumat (13/5) sudah ada ditemukan 18 pasien terduga penyakit hepatitis akut yang tersebar di Indonesia. Dari angka tersebut, sudah ada tujuh pasien yang meninggal dunia.

Meski demikian belum ada dari 18 tersebut yang terkonfirmasi positif hepatitis akut. Direktur Utama Rumah Sakit Penyakit Infeksi (RSPI) Sulianti Saroso Mohammad Syahril mengatakan dari 18 pasien, satu merupakan probable,  sembilan berstatus pending, tujuh berstatus discarded, dan satu lainnya masih menunggu hasil penelitian epidemiologis.

"Yang discarded kami singkirkan dari diagnosis hepatitis akut karena ada hepatitis A, satu hepatitis B, satu tifus, dua demam berdarah, dan dua di atas 16 tahun," kata Syahril dalam konferensi pers virtual, Jumat (13/5). 

Syahril menggunakan empat klasifikasi dari penemuan kasus hepatitis akut yang telah disusun oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Pertama adalah kasus terkonfirmasi, meskipun WHO belum mendefinisikan hal tersebut.

Kedua, probable atau kemungkinan mengidap hepatitis akut. Syahril menyebut ada dua jenis gejala yang bisa dirasakan pasien, pertama gejala di saluran pencernaan berupa sakit perut, kembung, mual, muntah hingga diare.

Apabila memberat, akan muncul gejala lanjutan yakni kekuningan di sklera mata dan di seluruh tubuh, urin berwarna seperti teh, hingga BAB berbentuk seperti dempul atau pucat keputihan. Gejala itu bisa berlanjut hingga pasien mengalami kejang-kejang hingga menurun kesadarannya. Namun, kriteria ini membatasi usia pasien di bawah 16 tahun. 

“Nah, yang dikelompokkan dalam probable ini apabila dalam pemeriksaan laboratorium ini tidak ditemukan hepatitis jenis A, B, C, D, dan E," kata Syahril.

Kriteria ketiga adalah epilink, perbedaannya adalah tidak ada pembatasan usia pasien. Selain itu, pasien epilink mengalami kontak erat dengan kasus probable. Kriteria terakhir adalah kasus yang ditangguhkan alias pending case dengan gejala yang mengarah ke hepatitis akut namun belum mendapat hasil pemeriksaan dari hepatitis jenis A hingga E.

Kasus terduga hepatitis akut di Indonesia paling banyak ditemukan di DKI Jakarta dengan total 12 kasus, terdiri dari satu probable, lima pending case, satu lagi menunggu penelitian epidemiologis, dan lima kasus discarded. Kasus discarded adalah keadaan di mana pasien disingkirkan dari diagnosis hepatitis akut sebab reaktif Hepatitis A, B, tipes, hingga DBD. 

Provinsi lain yang sudah melaporkan penemuan kasus hepatitis akut adalah Sumatera Utara, Sumatera Barat, Bangka Belitung, Jawa Barat, Jawa Timur, dan Kalimantan Timur. Masing-masing menyumbangkan satu pasien.

Adapun tujuh pasien meninggal tidak sedang terinfeksi Covid-19 ataupun memiliki komorbid. Hal ini lantaran keterlambatan keluarga merujuk mereka ke fasilitas kesehatan. Dokter pun belum bisa menentukan apakah mereka terkonfirmasi hepatitis akut.

“Pasien ada yang sudah kejang, kemudian ada yang kesadaran menurun sehingga di tingkat RS tidak bisa memberi pertolongan lebih lanjut,” kataSyahril. 

Sedangkan mantan Direktur Penyakit Menular WHO untuk Asia Tenggara Prof. Tjandra Yoga Aditama menyarankan penyelidikan epidemiologis mulai dilakukan pemerintah. Hal ini untuk mengetahui pola penularan hepatitis misterius tersebut.

"Sehingga pola penularan mulai dapat diidentifikasi, baik antar kasus maupun dengan lingkungan," katanya pada Selasa (10/5).

Reporter: Amelia Yesidora