Pernyataan Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Muhaimin Iskandar alias Cak Imin, untuk menjadikan dirinya calon presiden (capres), sebagai daya tawar untuk bergabung dengan Koalisi Indonesia Bersatu (KIB), dinilai sebagai sebuah arogansi.
Menurut Pengamat Komunikasi Politik dari Universitas Esa Unggul, Jamiluddin Ritonga, pernyataan yang dilontarkan Cak Imin merupakan wujud kesombongan terhadap KIB yang terdiri dari Partai Golkar, Partai Amanat Nasional (PAN), dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
Dia menjabarkan terdapat dua hal yang memcerminkan sikap demikian. Pertama, perolehan kursi PKB pada pemilihan legislatif (Pileg) 2019 merupakan 10,09% atau 58 anggota DPR. Jumlah ini masih berada di bawah Golkar dengan 14,78% atau 85 anggota parlemen.
“Berbeda halnya bila koalisinya hanya PKB, PPP, dan PAN,” katanya saat dihubungi Katadata.co.id, Senin (23/5).
Jika koalisi tersebut hanya dengan PAN dan PPP. Jamil menilai PKB layak untuk mengajukan nama capres sebagai prasyarat bergabung. Sebab perolehan kursi di parlemen kedua partai tersebut lebih rendah dibandingkan PKB. PAN memiliki 7,56% atau 44 anggota legislatif, dan PPP 3,3% atau sekitar 19 orang di parlemen.
Kedua, Jamil menilai bahwa elektabilitas Cak Imin masih terbilang rendah, sehingga membuat peluangnya hampir tertutup untuk diusung menjadi capres. Berdasarkan survei terakhir oleh Charta Politika pada pertengahan April lalu, nama Cak Imin tak masuk ke dalam hasil survei elektabilitas dengan simulasi 10 nama. Sementara Ketua Umum Golkar, Airlangga Hartarto, masuk daftar tersebut, meskipun elektabilitasnya cenderung rendah, sekitar 1%.
Berdasarkan dua pertimbangan itu, Jamil menilai syarat yang diajukan Cak Imin tidak realistis. “Cak Imin terkesan sosok yang tak tahu diri dengan beraninya mengajukan persyaratan tersebut,” ujarnya.
Lebih lanjut, dia menyarankan agar Cak Imin sebagai Ketua Umum PKB tak muluk-muluk dalam memberikan prasyarat berkoalisi, termasuk dengan partai lain di luar KIB. Sebab, sikap itu juga akan membawa kesulitan tersendiri bagi PBK untuk membangun koalisi ke depannya.
Apalagi PKB tak bisa sendirian mengajukan capres, karena belum memenuhi presidential threshold atau ambang batas mengajukan calon sebesar 20% kursi di parlemen.
Pada kesempatan terpisah, ketiga partai di KIB membuka pintu bagi PKB untuk bergabung. Akan tetapi, mereka belum membahas mengenai figur untuk capres.
Ketua Dewan Pengurus Pusat (DPP) PPP, Achmad Baidowi, menyarankan Cak Imin tak terburu-buru berambisi menjadi capres dari KIB jika ingin bergabung. Sebab, perlu ada pembahasan yang lebih intens di antara para pimpinan partai.
“Kalau bergabung saja sudah minta syarat macam-macam, yah memang susah,” ujar Baidowi pada Senin (23/5)
Namun, karena belum ada kesimpulan mengenai figur yang diusung membuka peluang bagi Cak Imin untuk maju menjadi capres KIB.
Sementara Wakil Ketua Umum PAN, Viva Yoga Mauladi, memberikan syarat kepada Cak Imin jika ingin bergabung dan menjadi capres dari KIB. Cak Imin harus dapat memastikan kemenangan bagi koalisi tersebut.
“Nanti akan kita ukur kriteria dan variabel penilaian dalam merumuskan dan menetapkan paslon (pasangan calon), baik dari sisi likeabilitas, elektabilitas, dan variabel penting lainnya,” kata Viva.
Sedangkan Golkar yang berencana mengusung ketua umumnya sebagai capres, menyatakan tetap akan membahasnya bersama dua partai lain di KIB.
“Kalau Cak Imin mau gabung, sangat terbuka,” ujar Ketua DPP Golkar, Tubagus Ace Hasan Syadzily.
Sejauh ini, persoalan figur capres masih menjadi diskusi di dalam KIB. Golkar telah menyodorkan nama Airlangga Hartarto untuk menjadi capres dari KIB, sedangkan PAN mengajukan Zulkifli Hasan.
Simak bagaimana elektabilitas para tokoh sebagai capres: