Pengakuan Bos Robot Trading DNA Pro soal Skema Ponzi

Biro Humas Kemendag
Kementerian Perdagangan mengamankan lokasi usaha PT DNA Pro Akademi di Jakarta, pada Jumat (28 Jan).
27/5/2022, 20.03 WIB

Tersangka kasus dugaan tindak pidana penipuan terkait dengan robot trading DNA Pro, Daniel Abe, mengakui kesalahannya dan meminta maaf kepada masyarakat. Dia pun siap mempertanggung jawabkan perbuatannya di hadapan hukum. 

Daniel yang merupakan Direktur Utama DNA Pro, menjelaskan bahwa robot trading DNA Pro pada awalnya tak digunakan untuk menipu para korban. Akibat sistem yang tidak siap, akhirnya program robot memunculkan skema piramida atau yang juga dikenal dengan ponzi.

“Skema piramida itu terjadi. Uangnya memang balik ke member-member lagi,” tuturnya saat polisi menghadirkannya sebagai tersangka dalam konferensi pers di Markas Besar Polri, Jakarta, Jumat (27/5).

Pada kesempatan ini, Daniel juga menyampaikan rasa apresiasinya terhadap cara penyidik Bareskrim Polri yang telah menangani perkaranya. “Dan terakhir, saya mau bilang bahwa industri robot trading supaya ke depannya harus lebih maju lagi dari sekarang,” ujarnya saat tampil memakai baju tahanan jingga.

Sementara Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dirtipideksus) Bareskrim Polri, Brigjen Pol. Whisnu Hermawan, menjelaskan bagaimana modus dugaan penipuan dalam kasus ini.

Hal tersebut berkaitan dengan keuntungan manipulatif yang dijanjikan pihak pengelola DNA Pro kepada korban yang mempercayakan uangnya kepada mereka. Keuntungan tersebut diklaim manajemen DNA Pro dapat diperoleh dengan menebak grafik trading yang tersaji di dalam aplikasi.

Whisnu pun menyampaikan tim penyidik menemukan bahwa DNA Pro merupakan perusahaan ilegal, karena tidak terdata di Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti).

“Kita cek, ternyata DNA Pro tersebut tidak pernah terdaftar atau terdata di Kementerian Perdagangan,” kata Whisnu.

Dampaknya sebanyak 3.621 korban melapor ke Bareskrim, dan diperkirakan total kerugian yang mereka alami mencapai Rp 551,72 miliar.

Berdasarkan perbuatan tersangka, penyidik menjerat Daniel dengan Pasal 106 juncto Pasal 54 dan Pasal 105 juncto Pasal 9 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 Tentang Perdagangan, dengan ancaman hukuman penjara maksimal 10 tahun. Selain itu, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU dengan ancaman pidana penjara maksimal 20 tahun.

Termasuk Daniel, tim penyidik hingga kini telah menetapkan 14 tersangka. Mereka adalah:

  1. RK sebagai Founder tim Founder RUDUTZ;
  2. RS sebagai Co-Founder tim Founder RUDUTZ;
  3. DT sebagai Exchanger tim Founder RUDUTZ;
  4. YTS sebagai Founder tim Founder 007;
  5. FYT sebagai Co-Founder tim Founder 007;
  6. RL sebagai Founder dan Exchanger tim Founder Gen;
  7. JG sebagai Founder dan Exchanger tim Founder Octopus dan Exchanger tim Founder 007;
  8. SR sebagai Co-Founder tim Founder Octopus,
  9. HAS sebagai Branch Officer Manager DNA PRO BALI (tim founder central), dan
  10. MA sebagai pihak yang turut serta membantu tersangka ST dan JG dalam melakukan TPPU.

Sementara tiga lainnya sedang diburu dan masuk ke dalam Daftar Pencarian Orang (DPO). Mereka adalah Daniel Zii, yang menjadi pemilik DNA Pro. Kemudian, Ferawati alias Fei sebagai pendiri perusahaan, dan Devinata Gunawan selaku co-founder.

“Ketiga tersangka masih dalam pencarian yang diduga ada di luar negeri,” ujar Whisnu.

Tak hanya memburu tersangka, polisi telah memblokir 64 rekening dengan nilai total mencapai Rp 105,5 miliar. Selanjutnya menyita uang tunai sebanyak Rp Rp 112,5 miliar, emas 20 kilogram, satu unit hotel, satu unit rumah, dan 14 mobil mewah. 

Besaran aset yang disita ke depannya berpotensi bertambah, karena tim penyidik juga meminta Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk melacak aset dan transaksi keuangan para tersangka di dalam maupun luar negeri. “Yang penting bagaimana mencari sebanyak-banyaknya barang bukti dan akan dikembalikan semuanya kepada para korban,” ungkap Whisnu.

Secara global, tercatat terjadi peningkatan rata-rata nilai kerugian akibat kejahatan di dunia maya mencapai 51,7% per tahun. Berikut datanya:

Reporter: Ashri Fadilla