Kementerian Kesehatan (Kemenkes) berencana menciptakan program dengan memanfaatkan teknologi, yakni mengintegrasi data kesehatan para pengguna jam tangan pintar atau smart watch.
Chief Digital Transformation Office (DTO) Kemenkes, Setiaji mengatakan, cara ini efektif untuk memantau kesehatan masyarakat masa kini, mengingat pengguna jam pintar atau biasa dikenal dengan istilah wearable device kian meningkat.
"Saat ini data kesehatan tidak hanya bisa didapatkan dari rumah sakit atau lab, kita bisa mengintegrasika dengan wearable device. Nantinya kita akan gunakan sebagai standar yang bisa digunakan untuk pemantauan kesehatan," kata Setiaji dalam acara konferensi pers seperti dikutip Antara, Sabtu (11/6).
Saat ini, Kemenkes bahkan sedang melakukan uji coba pemanfaatan teknologi jam pintar itu pada para jemaah haji yang akan berangkat menunaikan ibadah ke Arab Saudi.
Dari total para jemaah di kloter pertama embarkasi Jakarta berjumlah 11.267 orang, 3000 di antaranya memiliki status kesehatan berisiko tinggi.
Para jemaah yang berisiko tinggi akan dibekali gelang tangan atau wrist band yang bisa memantau kesehatan dan terhubung langsung dengan aplikasi bernama TeleJemaah. Kondisi yang dipantau berupa tanda-tanda vital, seperti detak jantung dan saturasi.
Selanjutnya, pemantauan itu terhubung secara langsung dengan petugas yang membimbing para jemaah. Jika ditemukan kondisi yang tidak normal, maka petugas bisa langsung mengambil tindakan.
Nantinya data- data dari jam tangan pintar akan dirancang untuk terkoneksi ke sistem bernama Indonesia Health Services (IHS) yang dikembangkan Kemenkes. Saat ini, sistem masih masuk dalam tahapan pengujian beta.
Kemenkes akan meluncurkan sistem tersebut pada Juli 2022. Dengan demikian, lembaga berharap jam tangan pintar bisa terkoneksi dengan sistem IHSG, sehingga bisa meningkatkan layanan kesehatan masyarakat.