Era digital membawa perubahan besar dalam berbagai aspek kehidupan manusia, tak terkecuali kesehatan. Dewasa ini, masyarakat dapat mengakses layanan kesehatan tanpa perlu beranjak dari tempat mereka.
Menjamurnya startup kesehatan atau healthtech di Indonesia memungkinkan masyarakat untuk berkonsultasi dengan tenaga kesehatan tanpa perlu mengantri. Bagi masyarakat yang tinggal jauh dari fasilitas kesehatan, keberadaan healthtech membuat layanan kesehatan terasa dekat. Hal ini tentu mendorong terwujudnya pelayanan kesehatan yang lebih luas serta efisien.
Namun demikian, meskipun opsi healthtech semakin banyak tetap ada sebagian masyarakat yang belum mengetahui apalagi memanfaatkannya. Edukasi dan sosialisasi dinilai sebagai salah satu tantangan tersendiri yang memengaruhi kondisi ini.
Saat ini, setidaknya ada lima startup healthtech besar di Indonesia, yaitu HaloDoc, Alodokter, KlikDokter, Konsula, dan Dokter.id.
Layanan healthtech tak terbatas pada pemeriksaan dan konsultasi pasien, namun juga reservasi perawatan serta pengiriman obat-obatan ke rumah dengan pembayaran via online.
Selain itu, melalui healthtech masyarakat juga dapat memantau informasi terkait pelayanan di fasilitas kesehatan serta edukasi kesehatan lewat artikel-artikel yang dipublikasikan.
Selama pandemi COVID-19, healthtech berperan besar membantu tenaga kesehatan untuk menekan angka mobilitas pasien dengan menyediakan layanan kesehatan online serta sebagai corong informasi terkait pandemi, vaksinasi, dan imbauan untuk karantina.
Dari segi bisnis, startup healthtech di Indonesia diproyeksikan terus berkembang. Hal ini dikarenakan tingginya minat investor untuk menanamkan modalnya. Salah satu contoh adalah Halodoc yang pada 2021 berhasil mendapatkan pendanaan seri C US$ 80 juta atau sekitar Rp 1,16 triliun, seperti dikutip dari Katadata.
Mengutip pernyataan Sekretaris Jenderal Asosiasi Modal Ventura Untuk Startup Indonesia (Amvesindo) Eddi Danusaputro yang dimuat dalam artikel Katadata (2/12/2021), minat investor didorong oleh semakin meleknya masyarakat Indonesia terhadap kesehatan.
Merujuk pada data Statista tahun 2020, Indonesia menempati peringkat ketiga global dalam hal pemanfaatan aplikasi kesehatan. Dalam Statista Global Consumer Survey yang menjangkau 1.000 - 4.000 responden, 57 persen masyarakat Indonesia menyatakan menggunakan aplikasi kesehatan, lebih tinggi dari Amerika Serikat 44 persen dan Inggris 39 persen dan hanya kalah dari Tiongkok 65 persen serta India 63 persen.
Merujuk pada tingginya angka tersebut, pemerintah berupaya memprioritaskan penguatan sumber daya manusia secara merata untuk mewujudkan layanan kesehatan yang semakin efektif dan efisien. Melansir dari laman kominfo.go.id, pemerintah terus menggaungkan pengembangan talenta digital melalui Gerakan Nasional Literasi Digital, Digital Talent Scholarship, dan Digital Leadership Academy. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Arilangga Hartarto menyebut ketiga program tersebut akan membantu pengembangan keterampilan digital dari level basic hingga advance.
Sampai dengan 2030, Indonesia diprediksi akan membutuhkan setidaknya 9 juta jiwa talenta digital, termasuk di sektor healthtech. Pengembangan kecakapan digital diproyeksikan akan menambah kontribusi kepada PDB sebesar Rp 4.434 triliun pada 2030.