Industri teknologi finansial atau financial technology (fintech) terus tumbuh. Fintech pembayaran dan pinjaman (lending) pun kian luas menjangkau nasabah.
Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) per Desember 2021 menunjukkan, industri fintech di Indonesia telah menyalurkan pinjaman sebesar Rp 13,60 triliun. Nilainya meningkat 40,94 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya, yakni Rp 9,65 triliun.
Sementara data Bank Indonesia (BI) menyebutkan, sejak 2019 layanan besutan fintech pembayaran mulai menyamai kinerja bank dalam penguasaan pangsa pasar. OVO menguasai pasar uang elektronik sebesar 20 persen. Sementara GoPay setara dengan Bank Mandiri, yakni sebesar 19 persen. Kemudian DANA dan BCA sejajar di level 10 persen.
Mengutip siaran pers Kominfo berjudul “Tren Pendanaan Startup Meningkat, Menkominfo Berharap Indonesia Tambah Satu Decacorn” diketahui, sektor jasa keuangan digital memang semakin berperan penting bagi masyarakat. Berbagai layanan platform fintech turut menumbuhkan aspek ekonomi digital secara signifikan.
Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G. Plate menyatakan, jumlah nilai investasi fintech di Indonesia pada 2020 mencapai hampir US$180 juta. Nilai ini setara dengan 20 persen total investasi fintech di antara ASEAN 6 (Indonesia, Thailand, Singapura, Malaysia, Filipina, dan Vietnam).
Seperti dilansir Kominfo mengutip data UOB, PwC Singapore, Singapore FinTech Association pada 2020 diketahui, keseluruhan investasi sektor fintech di Indonesia terbagi ke dalam empat sektor, antara lain insurance technology sebanyak 38 persen, payments 32 persen, alternative lending 25 persen, dan finance and accounting tech sebanyak 5 persen.
Investasi tersebut memperkuat basis pendanaan platform fintech sehingga fintech dapat terus ekspansi dan semakin banyak dimanfaatkan masyarakat. Pada Agustus 2021, tercatat layanan fintech lending menjangkau 27,2 juta masyarakat di Indonesia, dengan jumlah penyaluran pinjaman total mencapai Rp14,95 triliun.
Namun, perkembangan fintech patut diiringi kewaspadaan. Pasalnya, riset Asosiasi Fintech Indonesia (Aftech) pada 2020 menunjukkan bahwa 22 persen platform fintech pembayaran dan 18 persen fintech yang melayani aktivitas pinjam-meminjam pernah mengalami serangan siber. Sebanyak 95 persen dari 154 fintech mengaku, kurang dari 100 penggunanya mengalami serangan siber.
Literasi pun menjadi hal yang patut disorot. Pada 2019, Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) yang digelar OJK menunjukkan Indeks Literasi Keuangan masyarakat Indonesia hanya 38,03 persen. Sementara Indeks Inklusi Keuangan sudah sebesar 76,19 persen.
Angka tersebut memperlihatkan bahwa tingkat penggunaan produk keuangan lebih tinggi dibandingkan dengan pemahaman nasabah terhadap produk itu sendiri.
Di sela-sela International Seminar on Digital Financial Inclusion pada Rabu (2/2), Deputi Gubernur BI Doni Primanto Joewono sempat mengutarakan, pandemi Covid-19 mendorong perluasan akses keuangan secara digital. Dalam acara yang menjadi bagian dari perhelatan G20 itu, ia menilai bahwa pandemi membuat inklusi keuangan meningkat. Sayangnya, hal itu belum diiringi literasi keuangan yang baik.
“Ini membawa risiko penyalahgunaan data pribadi, penipuan di aplikasi, penggunaan algoritma yang berbahaya, praktik penagihan utang yang tidak sesuai,” kata Doni.
Laporan Annual Members Survey 2021 yang diterbitkan Aftech mengungkapkan, ada beberapa hal yang menjadi perhatian nasabah fintech:
- Privasi dan keamanan data (89 persen)
- Keandalan (66 persen)
- Transparansi (59 persen)
Hal tersebut sejalan dengan persepsi masyarakat bahwa industri keuangan adalah yang paling sering meminta data para penggunanya.
Artinya, harus ada kehati-hatian dari para nasabah saat bertransaksi, terutama transaksi keuangan yang dilakukan secara digital. Tahun lalu, survei Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) dan Katadata Insight Center (KIC) menemukan bahwa Indeks Literasi Digital Indonesia ada di level sedang. Skornya 3,49, dari skala 1-5.
Dalam forum Pra-KTT Y20 pada Sabtu (23/4/2022), para perwakilan generasi muda menyoroti kebijakan pemerintah dalam meningkatkan kesadaran keuangan digital. “Kemajuan teknologi digital berdampak pada generasi muda, tetapi sejumlah kerangka kerja publik masih ambigu,” kata Co-Chair Y20 Indonesia 2022 Budy Sugandi dalam keterangan pers.
Dalam acara bertema Reaping the Benefits of Digital Transformation: Raising Youth Digital Financial Awareness itu, Budy mengungkapkan bahwa intervensi pemerintah, khususnya di negara-negara G20, perlu menjadi contoh.
Deputi Komisioner OJK Imansyah mengatakan, otoritas telah menyiapkan sejumlah cara untuk mengantisipasi risiko-risiko dalam dunia keuangan digital. Di antaranya, menyiapkan sejumlah regulasi dan regulatory sandbox yang menjadi pusat inkubasi untuk menguji keandalan proses dan model bisnis fintech.
Selain pusat inkubasi dan regulasi, OJK juga gencar melakukan kegiatan edukasi dan perlindungan konsumen. “Agar masyarakat memiliki pendidikan yang seimbang dan sadar terkait risiko,” kata Imansyah.
Dalam keterangan resminya, Menkominfo Johnny G. Plate mengungkapkan pihaknya dan OJK terus berupaya meningkatkan literasi keuangan masyarakat, sekaligus melakukan pengawasan terhadap platform keuangan digital.
“Saya menekankan agar literasi (keuangan) yang saat ini masih sangat kecil perlu terus didorong, mengingat bahwa usaha pemerintah untuk memberikan perhatian khusus mendorong UMKM (usaha mikro, kecil dan menengah) dan ultra mikro nasional untuk go digital onboarding,” ujar Johnny.
Lebih lanjut, Kementerian Kominfo bersama Gerakan Nasional Literasi Digital (GNLD) Siberkreasi menginisiasi Program Literasi Digital Nasional bertajuk Indonesia Makin Cakap Digital yang bertujuan untuk penguatan kemampuan dan pemanfaatan teknologi digital oleh masyarakat Indonesia. Tema investasi digital dan dunia fintech pun turut dikenalkan dalam program tersebut.
“Dalam hal ini termasuk tentunya memilih platform fintech yang tepat untuk berinvestasi,” ucap Johnny. Beragam informasi lebih lengkap terkait literasi digital dapat diakses melalui info.literasidigital.id.
Cakap digital saat memilih platform fintech merupakan aspek penting. Ini seiring dengan upaya pencegahan dan penanganan fintech yang berpotensi merugikan.
Program Literasi Digital Nasional “Indonesia Makin Cakap Digital” akan membantu masyarakat belajar berbagai hal terkait dunia keuangan digital. “Belajar investasi menggunakan platform digital, aman dan nyaman berinvestasi digital, serta berantas fintech palsu dan ilegal,” imbuh Johnny.
Lebih jauh terkait literasi digital dapat diakses melalui pranala info.literasidigital.id.