Densus 88 Mulai Telusuri Dugaan Aliran Dana ACT ke Jaringan Teroris

ANTARA FOTO/Didik Suhartono/wsj.
Ilustrasi. Personel Densus 88 Anti Teror membawa terduga teroris ke dalam bus di Polda Jawa Timur, Surabaya, Jawa Timur, Kamis (18/3/2021).
Penulis: Ashri Fadilla
Editor: Yuliawati
7/7/2022, 15.29 WIB

Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Kepolisian Republik Indonesia (Polri) melakukan pendalaman terhadap transaksi yang dilakukan oleh Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT). Densus 88 menindaklanjuti temuan transaksi mencurigakan yang ditemukan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).

“Densus 88 secara intensif sedang bekerja mendalami transaksi-transaksi tersebut,” kata Kepala Bagian Bantuan Operasi (Kabagbanops) Densus 88 Antiteror Polri, Kombes Pol. Aswin Siregar kepada wartawan pada Kamis (7/7).

Aswin mengungkapkan bahwa Densus 88 Antiteror Polri telah menerima data dari PPATK perihal transaksi ACT yang diduga terindikasi tindak pidana pendanaan terorisme. Indikasinya terdapat aliran dana ke berbagai negara berisiko tinggi dan merupakan hotspot aktivitas terorisme.

“Data yang dikirim oleh PPATK bersifat penyampaian informasi kepada stakeholder terkait untuk dilakukan verifikasi lebih lanjut,” ujarnya.

Sebelumnya, Kepala PPATK, Ivan Yustiavandana menyampaikan adanya temuan pihak penerima yang terindikasi dengan jaringan terorisme dari database yang dimiliki. Hal itu disebabkan adanya satu dari 19 orang yang ditangkap oleh pihak kepolisian di Turki karena terkait dengan jaringan Al Qaeda.

“Tapi ini masih dalam kajian lebih lanjut apakah ini memang ditujukan untuk aktivitas lain atau ini secara kebetulan,” kata Ivan dalam konferensi pers di Kantor PPATK pada Rabu (6/7).

Dugaan dari PPATK tersebut muncul dari keluarnya salah satu financial action expose money laundry oleh Financial Action Task Force (FATF). Berdasarkan laporan tersebut, terdapat negara-negara yang dianggap masih lemah terhadap sistem antimoney laundry dan penanganan terorisme.

“Karena itu setiap transaksi yang dilakukan oleh para pihak yang masih terkait dengan risk country tersebut diminta untuk dilakukan secara mendalam,” ujarnya.

Hingga kini PPATK tengah meneliti keuntungan-keuntungan yang diperoleh dari transaksi-transaksi yang dilakukan pengurus ACT. Pendalaman lebih lanjut dilakukan dengan menganalisis data-data yang masuk dari penyidik jasa keuangan.

Kini PPATK telah memblokir 60 rekening di 33 penyedia jasa keuangan. Selain itu, Ivan menyampaikan agar masyarakat lebih berhati-hati dalam memberikan donasi atau sumbangan dengan mengecek kredibilitas lembaga pengumpul donasi.

“Jadi sudah kami hentikan (blokir rekening). Lalu kemudian, sebagai informasi ke teman-teman agar berhati-hati. Ini bisa terjadi kepada kita semua yang dilakukan entitas oleh yayasan manapun itu,” kata Ivan.

Reporter: Ashri Fadilla