Dugaan penyelewengan dana umat oleh yayasan filantropi Aksi Cepat Tanggap (ACT) kini tengah dalam tahap penyelidikan oleh Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus Badan Reserse Kriminal Kepolisian Republik Indonesia. Penyelidikan tersebut dilakukan berdasarkan laporan informasi nomor LI92/VII/Direktorat Tindak PidanaEksus.
Sebagai bagian dari upaya penyelidikan, tim penyidik pun memanggil eks Presiden ACT, Ahyudin dan Presiden ACT, Ibnu Khajar pada Jumat (8/7). Selain keduanya, tim penyidik juga memanggil jajaran pengurus ACT bagian keuangan dan manajer proyek.
“Semuanya diminta keterangan hari ini sesuai dengan jadwal,” kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Humas Polri, Brigjen Pol. Ahmad Ramadhan di Mabes Polri pada Jumat (8/7).
Ramadhan menyampaikan bahwa ACT berhasil mengumpulkan hingga ratusan miliar setiap tahunnya. Uang tersebut terkumpul dari berbagai program seperti pemulihan pasca bencana, pemberdayaan dan pengembangan masyarakat serta program berbasis spiritual seperti kurban, zakat dan wakaf.
Selain itu, ACT juga membuka donasi kepada masyarakat yang memiliki kepedulian tinggi terhadap permasalahan kemanusiaan. Kemudian dana juga diperoleh dari program kemitraan dan corporate and social responsibility (CSR).
Dalam penggunaan dana hasil donasi tersebut, ACT diduga menyelewengkannya untuk keperluan pribadi jajaran pengurus. Kemudian terdapat pula indikasi bahwa ACT menggunakan dana tersebut untuk aktivitas terlarang, seperti terorisme.
“Tentu dugaan-dugaan ini akan didalami ditelusuri dan diselidiki. Masih dalam tahap penyelidikan,” kata Ramadhan.
Sebelumnya, Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan (PPATK) menemukan dana masuk ke ACT dari luar negeri sebesar Rp 64,9 miliar dan dana ke luar negeri sebesar Rp 52,9 miliar. Dana tersebut mengalir pada periode 2014 hingga Juli 2022.
Berdasarkan hasil penilaian risiko, PPATK menemukan adanya aliran dana yang teridentifikasi penyalahgunaan yayasan untuk media pencucian uang dan pendanaan terorisme. Oleh sebab itu, kini PPATK menghentikan sementara 141 transaksi Cost, Insurance, and Freigh (CIF) pada 300 lebih rekening ACT yang tersebar di 41 penyedia jasa keuangan (PJK).
Sementara itu, Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Kepolisian Republik Indonesia (Polri) tengah melakukan pendalaman terhadap transaksi-transaksi yang dilakukan oleh ACT. Pendalaman tersebut merupakan bentuk tindak lanjut dari adanya temuan transaksi mencurigakan yang ditemukan PPATK.
Densus juga telah menerima data dari PPATK perihal transaksi ACT yang diduga terindikasi tindak pidana pendanaan terorisme. Hal itu disebabkan adanya aliran dana ke berbagai negara berisiko tinggi dan merupakan pusat aktivitas terorisme.
“Data yang dikirim oleh PPATK bersifat penyampaian informasi kepada stakeholder terkait untuk dilakukan verifikasi lebih lanjut,” kata Kepala Bagian Bantuan Operasi (Kabagbanops) Densus 88 Antiteror Polri, Kombes Pol. Aswin Siregar kepada wartawan pada Kamis (7/7).