Tren aksi pengunduran diri tenaga kerja secara masal tengah terjadi di beberapa negara. Bahkan, survei yang dirilis perusahaan perekrutan profesional, Robert Walters mencatat 77% tenaga kerja profesional di Indonesia mempertimbangkan untuk mengundurkan diri atau resign.
Dilihat dari preferensi para tenaga kerja profesional di Indonesia, survei menyebutkan juga menyebutkan 45 % pekerja lainnya mengaku belum akan mengundurkan diri. Alasan utama yang menahan mereka, tidak lain karena belum menemukan pekerjaan yang cocok (56 % responden), kurangnya peluang pekerjaan di bidang yang mereka tekuni (23 %), hingga kekhawatiran akan keamanan status pekerjaan di perusahaan baru (21 % responden).
Selain itu, rekan kerja dan budaya kerja suportif juga dianggap sebagai indikator penting bagi tenaga kerja profesional di perusahaan, menurut satu dari dua responden (45 %). Disusul oleh kompensasi dan tunjangan (44 %), serta peraturan kerja yang fleksibel (34 %).
Adapun bagi karyawan yang sedang mempertimbangkan untuk mengundurkan diri, 80 % dari mereka mengaku terbuka untuk berubah pikiran jika kondisinya tepat. Gaji, menjadi faktor vital dalam mengubah keputusan, dengan detil yaitu; kenaikan gaji (37 %), perubahan tanggung jawab pekerjaan (25 %), dan promosi (23 %).eberapa temuan lain dari responden Indonesia:
- 77% pekerja mempertimbangkan untuk mengundurkan diri pada 2021, tetapi 62% pekerja tidak nyaman untuk berhenti tanpa pekerjaan baru.
- Kesenjangan Persepsi (Perception Gap): Hingga 59 % perusahaan mengatakan mereka telah mengambil langkah-langkah untuk mempertahankan karyawan, 34 % tenaga kerja profesional mengaku tidak menyadari akan upaya itu.
- Beberapa faktor seperti kenaikan gaji, perubahan tanggung jawab pekerjaan, dan promosi tetap menjadi kunci penting mempertahankan talenta lokal terbaik.
Country Manager Robert Walters Indonesia, Eric Mary mengatakan kalauperusahaan perlu mengemas kisah mereka dengan baik, membangun komunikasi dan interaksi yang transparan dan akuntabel kepada para karyawan.
"Hal ini semata-mata perlu dilakukan agar setiap karyawan merasa dihargai dan menumbuhkan kepercayaan mereka untuk terus bertahan dalam jangka panjang,” kata Mary dalam keterangan resminya, Kamis (15/9).
Meskipun begitu, survei juga menyebutkan bahwa gelombang resign yang terjadi di kawasan Asia Tenggara tidak terlalu masif. Menurut survei bertajuk The Great Resignation Reality Check yang diluncurkan Robert Walters, para tenaga kerja profesional terbukti lebih menghargai stabilitas pekerjaan, khususnya di era ketidakpastian pasca pandemi.
Di samping itu, survei juga membahas mengenai kondisi dan preferensi tenaga kerja profesional di era “Pengunduran Diri Besar-Besaran”, yang timbul pasca pandemi Covid-19. Dalam laporannya, Robert Walters menyurvei 2.600 lebih tenaga kerja profesional dari 1.100 lebih perusahaan di enam negara, yaitu Singapura, Malaysia, Filipina, Thailand, Indonesia, dan Vietnam.
Tercatat ada lebih dari setengah tenaga kerja profesional (59 % responden) menunjukkan bahwa mereka tidak nyaman untuk berhenti tanpa memperoleh pekerjaan baru, dan 81 % dari mereka sempat berpikir untuk mengundurkan diri namun berubah pikiran.
Sementara dari segi perusahaan di kawasan Asia Tenggara, kebutuhan untuk mempekerjakan talenta baru sepertinya akan tetap menjadi tantangan utama. Salah satu temuan dalam survei menyebutkan, ada 65 % perusahaan di Indonesia yang mengalami kesulitan untuk mempekerjakan talenta baru sejak tahun lalu.
Selain itu, ada perbedaan persepsi antara karyawan atas upaya-upaya retensi yang dilakukan perusahaan. Terhitung sebanyak 40 % tenaga kerja profesional di kawasan Asia Tenggara mengaku bahwa mereka tidak menyadari adanya “perubahan” yang dilakukan perusahaan untuk melibatkan dan mengatasi kekhawatiran mereka akan situasi yang terjadi.
Temuan penting dari enam negara responden di kawasan Asia Tenggara:
- Sekitar 4 dari 5 pekerja ingin mengundurkan diri pada 2021, tetapi 42 % dari mereka akhirnya memilih tetap berada di pekerjaan saat ini
- 86 % pekerja telah meninjau kembali hubungan pekerjaan mereka pada 2021, di mana rekan kerja dan budaya kerja yang suportif termasuk sebagai salah satu yang menjadi prioritas utama
- 40 % tenaga kerja profesional tidak melihat perubahan dari cara perusahaan mereka saat ini mempertahankan mereka