LSM Ingatkan Potensi Masalah pada UU Pelindungan Data Pribadi

DPR
Wakil Ketua Komisi I DPR Abdul Kharis Almasyhari saat menyerahkan laporan UU Pelindungan Data Pribadi kepada Wakil Ketua DPR Lodewijk F Paulus dalam Rapat Paripurna di Kompleks Parlemen, Jakarta, (20/9/2022)
Penulis: Ade Rosman
20/9/2022, 19.57 WIB

Selain itu, ELSAM juga menyoroti perihal ketidaksetaraan sanksi yang diterapkan pada sektor publik dan privat. Hal ini mengacu kepada Pasal 57 UU Pelindungan Data Pribadi, yang mengatur sektor publik hanya mungkin mendapatkan sanksi administrasi.

Sedangkan sektor privat, selain sanksi administrasi juga terancam dengan denda sampai dengan 2 persen dari total pendapatan tahunan. Kemudian pada Pasal 67, 68, 69, serta 70, pelanggaran di sektor privat juga dapat dikenakan pidana.

Persoalan lainnya adalah tidak adanya batasan pada frasa "melawan hukum" pada Pasal 65 ayat (2) serta Pasal 67 ayat (2). Inti Pasal tersebut mengatur pidana kepada individu atau korporasi, apabila mengungkap data pribadi yang bukan miliknya.

"Risiko over-criminalisation juga mengemuka dari berlakunya undang-undang ini," jelasnya.

Tantangan besar lainnya yang menyangkut penyiapan dan pembentukan berbagai regulasi pelaksana pada aturan turunan, mulai dari Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, peraturan lembaga, hingga berbagai panduan teknis lainnya.

"Detail dan kedalaman dari berbagai peraturan teknis yang dirumuskan akan sangat menentukan dapat berlaku tidaknya undang-undang ini," ungkapnya.

UU Pelindungan Data Pribadi menurut Wahyudi bukan solusi dari segala persoalan perlindungan data pribadi di Indonesia, tetapi justru memperlihatkan luas dan dalamnya masalah untuk melindungi data pribadi di Indonesia.

Halaman:
Reporter: Ade Rosman