Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) belum juga memeriksa Gubernur Papua Lukas Enembe meski telah ditetapkan menjadi tersangka. Komisi antirasuah menjadwalkan pemeriksaan Enembe pada Selasa (26/9).
Bersamaan dengan itu, sejumlah tokoh agama Papua juga meminta Enembe agar mengikuti proses hukum. Sekretaris Umum Gereja Kingmi Papua, Pendeta Yonas Wenda juga menyatakan demonstrasi membela politisi Partai Demokrat itu merupakan hal yang tak patut dipertontonkan.
"Sebagai tokoh agama mengharapkan Gubernur Lukas Enembe mengikuti proses hukum," kata Yonas Wenda di Jayapura, Minggu (26/9) dikutip dari Antara.
Ketua Forum Komunikasi Umar Beragama (FKUB) Kabupaten Jayapura, Pendeta Alberth Yoku juga mengatakan dugaan tindak pidana korupsi merupakan tanggung jawab pribadi Enembe. Ia meminta masyarakat tak menghalangi proses pemeriksaan yang dilakukan KPK.
"Kami meyakini KPK bertindak profesional terhadap Gubernur Lukas Enembe," kata Yoku.
Sedangkan pimpinan Pondok Pesantren Al Hidayah Abepura, Ismail Asso juga mendukung langkah KPK. Enembe bisa langsung datang menjalani pemeriksaan jika merasa tidak melakukan tindak pidana korupsi.
Sedangkan Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Kepresidenan Theo Litaay berharap masyarakat Papua menghormati proses hukum Lukas Enembe. Apalagi langkah hukum ini merupakan bagian dari peningkatan tata kelola pemerintahan yang bersih.
"Dua panggilan telah dikeluarkan KPK kepada Lukas Enembe, namn dirinya sama sekali tak memenuhi panggilan," kata Theo pada Sabtu (24/9).
Gubernur Papua Lukas Enembe telah menjadi tersangka kasus dugaan gratifikasi senilai Rp 1 miliar. Meski demikian, Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan (PPATK) menemukan transaksi tunai yang mencurigakan dilakukan oleh Enembe.
Mereka menemukan Enembe menyetor uang tunai US$ 55 juta atau Rp 560 miliar ke kasino judi. PPATK juga telah membekukan transaksi keuangan terkait kasus Enembe pada 11 penyedia jasa keuangan.
"PPATK mendapatkan informasi dari negara lain, ditemukan aktivitas perjudian di dua negara berbeda, sudah kami sampaikan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)," kata Kepala PPATK Ivan Yustiandana di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Jakarta, Senin (19/9) dikutip dari Antara.